Revisi PP 82/2012 Harus Berpihak Kepada Kepentingan Negara


FGD BPPT PP 82/2012

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan atensi terkait rencana revisi PP 82/2012 yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Atensi tersebut disampaikan dalam acara Focus Group Discussion (FGD) mengenai rencana revisi PP 82/2012, pada 5 Maret 2019 bertempat di Gedung BPPT.

Diskusi dipimpin oleh Prof. Dr.-Eng. Eniya Listiani Dewi, B.Eng., M.Eng selaku Deputi Bidang Teknologi Informasi Energi, dan Material dan juga sekaligus sebagai Chief Information Officer (CIO) di BPPT. Kepala BPPT Dr. Ir. Hammam Riza, MSc. menyempatkan hadir juga dalam FGD tersebut. Dalam pembukaannya Eniya Listiani menyampaikan bahwa acara FGD tersebut adalah sebagai bentuk atensi BPPT terkait rencana revisi PP 82/2012.

FGD tersebut secara khusus membahas tentang polemik rencana revisi PP 82/2012. Dimana saat ini draft rencana revisi tersebut sudah dikirimkan kembali oleh Kemkominfo kepada Kementerian Sekretariat Negara pada akhir Januari 2019. Sebelumnya Kementerian Sekretariat Negara sudah pernah mengembalikan draft rencana revisi tersebut ke Kemkominfo pada akhir 2018 karena belum layak untuk disahkan. 

Banyak diskusi yang menarik dan konstruktif dalam FGD tersebut yang pada intinya semua berharap bahwa revisi PP 82/2012 ini berpihak kepada kepentingan nasional/negara. Beberapa hal yang menjadi bahasan dalam diskusi tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Kaitan erat antara Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik dengan rencana revisi PP 82/2012.
  2. Kemkominfo menyampaikan bahwa hanya 5 – 10% data yang wajib di Indonesia, sehingga ada potensi 90 – 95% data akan lari ke luar negeri. Tentu ini sangat merugikan negara di era data is the new oil.
  3. Sejarah kenapa PP 82/2012 lahir dan alasan kewajiban menempatkan pusat data dan pusat pemulihan data di Indonesia.
  4. Dampak buruk dari rencana revisi apabila membebaskan data di luar Indonesia tanpa ada kewajiban menyimpan data di Indonesia baik dari sisi penegakan hukum, ekonomi, investasi, kedaulatan, keamanan dsbnya.
  5. Perlunya negara Indonesia memiliki strategi membangun Industri Big Data sebagai bagian dari strategi nasional menyongsong era Industri 4.0.
  6. Perlunya memulai kemandirian teknologi di Indonesia.

Hary Budiarto selaku Deputi Bidang Informasi & Data KPK menyampaikan bahwa suatu kebijakan harus berpijak kepada kepentingan nasional. Apabila ada kebijakan yang secara sengaja dibuat padahal berpotensi merugikan negara, maka bisa masuk dalam ranah KPK sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK juga ingin mengajak para stake-holder untuk berdiskusi dan mengkaji lebih dalam mengenai potensi kerugian negara akibat dari rencana revisi PP 82/2012 ini.


Bagikan artikel ini