KSTAR Korea Selatan Ciptakan Matahari Buatan


Ilustrasi Matahari

Ilustrasi Matahari

Sebuah terobosan signifikan dalam teknologi fusi nuklir terjadi di Korea Selatan, dengan Korea Institute of Fusion Energy (KFE) memasang diverter baru pada reaktor fusi nuklir mereka, KSTAR. Diverter ini bertujuan meningkatkan kemampuan reaktor untuk mempertahankan suhu ion tinggi, melebihi 100 juta derajat Celcius, lebih lama.

KSTAR, yang selesai pada tahun 2007, memiliki peran vital dalam memahami dan mereplikasi reaksi fusi nuklir yang terjadi di Matahari. Dengan ukuran sekitar sepertiga dari reaktor eksperimental terbesar di dunia, ITER, KSTAR menggunakan diverter untuk mengelola limbah gas buang dan kotoran dari reaktor. Diverter ini, yang terletak di bagian bawah tokamak, bertanggung jawab atas penanganan beban panas permukaan bagian dalam.

Hingga saat ini, KSTAR mampu menjalankan operasi plasma selama sekitar 30 detik. Namun, dengan diverter baru ini, ilmuwan berharap meningkatkan durasi operasi plasma menjadi 300 detik pada akhir tahun 2026. Pergeseran dari diverter berbahan karbon ke tungsten diverter pada tahun 2018 telah meningkatkan batas fluks panas reaktor, memperkuat daya tahan panas reaktor dua kali lipat, menurut Korea's National Research Council of Science and Technology. Prototipe diverter baru selesai pada tahun 2021, dan pemasangannya selesai tahun lalu.

Presiden KFE, Suk Jae Yoo  dalam rilisnya, seperti dikutip dari Gizmodo, menyatakan komitmen mereka dalam mendukung proyek ITER dengan menyatakan, "Di KSTAR, kami telah menerapkan diverter dengan bahan tungsten yang juga merupakan pilihan buatan ITER," Kamis (4/1/2024).

"Kami akan berusaha memberikan kontribusi upaya terbaik kami dalam memperoleh data yang diperlukan untuk ITER melalui eksperimen KSTAR," tambahnya.

Meskipun penelitian mengenai fusi nuklir mengalami kemajuan yang lambat, pencapaian baru-baru ini di Lawrence Livermore National Laboratory pada tahun 2022 menunjukkan potensi dalam menghasilkan energi bersih melalui reaksi fusi.

Sementara reaktor fusi nuklir seperti ITER mengalami penundaan dan kenaikan biaya, eksperimen di KSTAR dengan diverter tungsten memberikan harapan baru. Plasma pertama di ITER dijadwalkan akan diproduksi pada tahun 2025, dan fusi pertama diharapkan pada tahun 2035.

Meski tantangan dan kompleksitas dalam menciptakan sumber energi nol karbon yang dapat diandalkan masih ada, progres ini memberikan optimisme terhadap masa depan fusi nuklir sebagai alternatif energi yang bersih dan berkelanjutan. Eksperimen plasma dengan diverter tungsten di KSTAR akan berlanjut hingga Februari, menurut National Research Council of Science and Technology, seiring para ilmuwan tokamak memastikan lingkungan stabil untuk eksperimen dan plasma bersuhu 100 juta derajat dapat direproduksi di dalamnya. Hal ini membuka jalan untuk pemahaman yang lebih dalam tentang fusi nuklir dan potensi kontribusinya terhadap keberlanjutan energi global.


Bagikan artikel ini