Peta Jalan Making Indonesia 4.0 Bantu Atasi Kekurangan Teknologi


Ilustrasi Industri 4.0

Ilustrasi Industri 4.0

Peluncuran peta jalan Making Indonesia 4.0 yang dilakukan beberapa waktu lalu merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menempatkan Indonesia dalam daftar sepuluh negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia pada 2030 mendatang.

Maka dengan tujuan tersebut, sektor manufaktur pun menjadi salah satu target dari peta jalan ini dikarenakan ketangguhannya dalam menghadapi pandemi. Namun kemudian, kekurangan teknologi pintar pada sektor ini menjadi tantangan yang nyata.

Menghadapi tantangan tersebut, Komisaris Perdagangan Selandia Baru untuk Indonesia, Diana Permata menyampaikan bahwa sebagai lembaga pengembangan bisnis internasional Selandia Baru, New Zealand Trade and Enterprise (NZTE) memiliki komitmen untuk mendukung perkembangan industri 4.0 di Indonesia.

Industry 4.0 Demonstration Network merupakan platform pelatihan yang sangat baik untuk mempercepat adopsi teknologi pintar di Indonesia ke berbagai penyedia teknologi terkemuka internasional di Selandia Baru,” ujar Diana dalam siaran pers, Kamis (12/8/2021).

Diana menambahkan, Selandia Baru telah mengalokasikan dana sebesar NZ$ 6,8 juta untuk platform Industry 4.0 Demonstration Network. Pendanaan ini merupakan inisiatif pemerintah untuk dapat mendorong bisnis global menerapkan teknologi digital yang bisa meningkatkan efisiensi, keselamatan, serta daya saing industri manufaktur.

Industry 4.0 Demonstration Network sendiri melibatkan kemitraan antara konsultan teknik serta teknologi terkemuka di Selandia Baru, Beca, entitas negara Callaghan Innovation, dan Employers and Manufacturers Association (EMA). Sedangkan platform ini terdiri dari mobile showcase, kunjungan lapangan, serta kunjungan smart factory.

Digital Engineer Beca Elise Salt menjelaskan, platform Industry 4.0 Demonstration Network menyediakan peta jalan bagi perusahaan untuk dapat menggali potensi penerapan dari berbagai teknologi pintar. Beca pun merupakan badan yang memimpin proyek mobile showcase ini.

“Kami mengedukasi manufaktur dengan berbagai studi kasus yang sukses dalam transformasi industri 4.0 dari perusahaan-perusahaan Selandia Baru. Manufaktur dapat memahami bagaimana memanfaatkan data intelijen dan alat analitik real-time untuk memaksimalkan operasi,” jelas Elise.

Sementara Country Manager Indonesia untuk Beca, Andrew Kelman mengungkap bahwa salah satu tantangan dalam penerapan industri 4.0 yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan di seluruh dunia adalah kekurangan dalam strategi dan perencanaan.

Industry 4.0 Demonstration Network kemudian membantu untuk menghadapi tantangan tersebut dengan mendukung perusahaan untuk menyusun strategi implementasi industri 4.0 serta memanfaatkan teknologi yang tepat sesuai kebutuhan perusahaan, sehingga dapat mencapai hasil yang diinginkan oleh masing-masing perusahaan.

Perusahaan dalam mengimplementasikan industri 4.0 pun memerlukan strategi implementasi yang berkembang berdasarkan kebutuhan masing-masing serta dibantu dengan referensi dari pabrik industri 4.0 yang sudah berjalan. Industry 4.0 Network memenuhinya dengan mobile showcase, kunjungan lapangan, tur pabrik pintar, serta pusat industri 4.0.

Mobile showcase mencakup garis besar dari teknologi industri 4.0, peningkatan produktivitas, jaminan kualitas, pemeliharaan kualitas yang efisien, hingga peningkatan pengambilan keputusan untuk belanja modal.

Hal tersebut dilakukan dengan melibatkan teknologi seperti analitik data, pemodelan dan simulasi, robot canggih, Augmented Reality (AR) & Virtual Reality (VR), digital twins, artificial intelligence (AI) dan machine learning (ML), pencetakan 3D hingga Internet of Things (IoT).

Manufaktur kemudian dapat memperoleh informasi kritikal mengenai kinerja pabrik mereka melalui penggunaan sensor, drone, serta berbagai sumber data lain secara real-time. Alat digital seperti AI dan ML kemudian akan memproses dan menganalisa data yang dikumpulkan.

“Akses terhadap pengkajian yang akurat tersedia melalui platform Software-as-a-Service (SaaS) yang terintegrasi dan mobile. Hasilnya, manufaktur dapat mendeteksi anomali operasional dan mengoptimalkan energi, kenyamanan, dan pemeliharaan,” tutur Andrew Kelman.

Berdasarkan data yang dikumpulkan pula, manufaktur dapat membangun digital twin. Digital twin merupakan representasi virtual dengan ketelitian tinggi dari pabrik manufaktur yang menampilkan perilaku sama. Model digital ini terhubung dengan pabrik asli untuk memantau, menganalisa, serta meningkatkan kinerja dan pengambilan keputusan.

“Model tersebut beroperasi menggunakan data dari masa lalu, sekarang, dan masa depan. Ini memungkinkan pemodelan yang komprehensif dari keseluruhan sistem, seperti jaringan aset, logistik produksi dan utilitas pabrik,” ungkap Elise Salt.


Bagikan artikel ini