Fine Tuning: Teknik Efisien Menyesuaikan Model AI Secara Spesifik


Ilustrasi Fine Tuning

Ilustrasi Fine Tuning

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI), istilah fine tuning semakin sering terdengar, terutama bagi mereka yang bergelut dalam bidang machine learning dan deep learning. Tapi, apa sebenarnya yang dimaksud dengan fine tuning? Mengapa teknik ini menjadi begitu penting dalam pengembangan model AI modern, seperti chatbot berbasis LLM (Large Language Model) atau sistem pengenal gambar?

Artikel ini akan membahas secara mendalam apa itu fine tuning, bagaimana cara kerjanya, serta mengapa teknik ini menjadi kunci dalam pengembangan AI generatif dan penerapannya dalam dunia nyata.

 

Apa Itu Fine Tuning?

Secara sederhana, fine tuning adalah proses untuk menyesuaikan model machine learning yang sudah dilatih sebelumnya (pretrained model) agar bisa digunakan dalam tugas-tugas tertentu. Teknik ini merupakan bagian dari pendekatan yang lebih luas yang dikenal sebagai transfer learning sebuah strategi yang memanfaatkan pengetahuan yang sudah dipelajari oleh model lain sebagai titik awal untuk menyelesaikan tugas baru.

Bayangkan Anda telah mempelajari bahasa Inggris secara umum, dan sekarang Anda hanya perlu mempelajari istilah-istilah hukum untuk menjadi seorang penerjemah dokumen legal. Nah, fine tuning bekerja dengan cara yang sama: alih-alih membangun kemampuan dari nol, Anda menyempurnakan kemampuan yang sudah ada untuk fokus pada tujuan tertentu.

Teknik ini menjadi semakin penting seiring dengan munculnya model AI berskala besar seperti LLM (misalnya GPT dan BERT dalam natural laguage processing) serta CNN dan ViT untuk tugas-tugas visi komputer seperti klasifikasi gambar, deteksi objek, dan segmentasi citra.

 

Mengapa Fine Tuning Penting?

Melatih model besar dari awal bukan hanya mahal secara finansial, tetapi juga membutuhkan sumber daya komputasi yang luar biasa dan dataset yang sangat besar. Sebagai contoh, untuk melatih LLM dengan miliaran parameter, perusahaan harus menginvestasikan infrastruktur GPU, energi listrik, dan waktu hingga berbulan-bulan.

Dengan fine tuning, kita bisa memanfaatkan model yang sudah sangat “pintar” dari hasil pelatihan sebelumnya dan menyempurnakannya hanya dengan data spesifik yang jauh lebih sedikit. Ini menghemat biaya, waktu, dan tenaga kerja secara signifikan. Selain itu, fine tuning memungkinkan model yang sama digunakan ulang untuk berbagai kebutuhan dengan hasil yang lebih akurat dan relevan sesuai konteks.

Misalnya:

  1. Menyesuaikan nada bicara chatbot agar lebih formal atau santai.
  2. Melatih model penghasil gambar untuk menciptakan ilustrasi dengan gaya seni tertentu.
  3. Menambahkan data eksklusif perusahaan agar model memahami konteks bisnis yang spesifik.

 

Perbedaan Fine Tuning dan Pelatihan Awal

Meskipun sekilas tampak mirip, fine tuning dan pelatihan awal (pretraining) adalah dua proses yang sangat berbeda dalam pengembangan model AI.

  1. Pelatihan Awal (Pretraining)
    Pada tahap ini, model memulai dari nol. Semua parameter atau “pengetahuan” model diinisialisasi secara acak. Model kemudian belajar secara bertahap dengan memproses data dalam dua tahap:
    • Forward pass: model memprediksi output berdasarkan input yang diberikan.
    • Backward pass (backpropagation): model memperbaiki bobot parameter berdasarkan kesalahan prediksi melalui algoritma seperti gradient descent.

      Proses ini diulang terus menerus selama beberapa siklus pelatihan hingga model dianggap cukup mahir.

    Dalam pelatihan awal, ada dua jenis pendekatan:

    • Pembelajaran Terawasi (Supervised Learning): digunakan untuk model visi komputer seperti deteksi objek dan klasifikasi gambar. Model dilatih menggunakan data yang sudah dilabeli.
    • Pembelajaran Terawasi Mandiri (Self-Supervised Learning atau SSL): sering digunakan pada LLM. Di sini, model belajar dari pola dan struktur data yang belum diberi label, misalnya dengan menebak kata yang hilang dari kalimat atau dengan mengasosiasikan gambar dan teks.

      SSL sangat bermanfaat karena memungkinkan penggunaan dataset sangat besar tanpa perlu proses anotasi yang memakan waktu dan biaya.

  2. Fine Tuning
    Setelah model dilatih secara umum, barulah dilakukan fine tuning. Di tahap ini, model disesuaikan dengan data yang lebih kecil dan spesifik, sesuai dengan kebutuhan tugas atau bisnis tertentu.

    Mengapa tidak langsung melatih model dari awal dengan data khusus tersebut? Karena hal itu berisiko overfitting, yaitu kondisi di mana model terlalu “hapal” data pelatihan namun gagal beradaptasi dengan data baru. Fine tuning memberikan keseimbangan: model tetap memiliki pemahaman umum yang kuat dan kini bisa lebih tajam dalam konteks spesifik.

    Contoh Penerapan Fine Tuning
    Agar lebih mudah dipahami, berikut beberapa contoh nyata penggunaan fine tuning:

    • Chatbot dalam Dunia Layanan Pelanggan
      Sebuah perusahaan e-commerce dapat menggunakan LLM yang sudah dilatih sebelumnya untuk membuat chatbot. Namun, agar chatbot bisa menjawab pertanyaan dengan gaya bahasa perusahaan dan memahami produk-produk yang spesifik, perlu dilakukan fine tuning menggunakan data percakapan pelanggan perusahaan tersebut.
    • Deteksi Kanker dari Citra Medis
      Model visi komputer yang dilatih secara umum untuk mengenali pola dalam gambar bisa disesuaikan untuk mengenali pola kanker spesifik dari citra hasil MRI atau CT Scan. Dengan fine tuning pada data medis, model bisa mencapai akurasi tinggi dalam diagnosis.
    • Analisis Sentimen Berdasarkan Bahasa Lokal
      LLM seperti GPT bisa fine tuned menggunakan data ulasan produk dalam bahasa lokal atau dialek tertentu, agar mampu memahami nuansa bahasa yang tidak ditemukan dalam pelatihan awal.

 

Cara Kerja Fine Tuning

Fine tuning adalah proses penting dalam pengembangan large laguage model (LLM) agar model yang sudah dilatih secara umum dapat beradaptasi dengan kebutuhan atau konteks spesifik. Proses ini tidak dimulai dari nol, melainkan memanfaatkan model yang sudah dilatih sebelumnya (pretrained model) sebagai pondasi.

Model pretrained ini telah mempelajari berbagai pola bahasa dari data skala besar, namun belum tentu cocok untuk tugas tertentu seperti menjawab pertanyaan medis, menulis kode, atau memberikan dukungan pelanggan. Oleh karena itu, dilakukanlah fine tuning agar model menjadi lebih fokus, relevan, dan akurat sesuai tugas yang diinginkan.

Tahapan Dasar Fine Tuning

  1. Menggunakan Bobot Model yang Sudah Dilatih
    • Model awal sudah memiliki bobot (weights) dari pelatihan sebelumnya.
    • Bobot ini menyimpan pengetahuan umum tentang bahasa dan dunia.
  2. Pelatihan Ulang dengan Dataset Tambahan
    • Model kemudian dilatih ulang menggunakan dataset tambahan yang jumlahnya lebih kecil dibanding pelatihan awal.
    • Dataset ini bersifat spesifik terhadap tugas yang diinginkan, misalnya kumpulan pertanyaan dan jawaban dari layanan pelanggan, atau artikel medis.
  3. Penyempurnaan Performa
    • Proses pelatihan ulang membuat model “belajar ulang” pola baru dari data tambahan tersebut, tanpa melupakan kemampuan dasar yang sudah dimiliki.
    • Tujuannya adalah menyesuaikan respons agar lebih relevan, sambil tetap menjaga kekuatan dasarnya.

Berbagai Pendekatan Pembelajaran dalam Fine Tuning
Fine tuning dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan pembelajaran tergantung pada jenis data dan tujuan yang ingin dicapai:

1. Supervised Learning

  • Dalam pendekatan ini, dataset terdiri dari pasangan input dan label.
  • Misalnya: kalimat perintah dan respons yang benar.
  • Model belajar dari data yang sudah “benar” ini agar bisa menghasilkan output serupa.

Contoh:
Prompt: “Jelaskan apa itu blockchain”
Label/Respons: “Blockchain adalah sistem penyimpanan data digital yang terdesentralisasi…”

2. Semi-Supervised Learning

  • Gabungan antara data berlabel dan data tidak berlabel.
  • Cocok digunakan saat data berlabel jumlahnya terbatas, namun ada banyak data tak berlabel.
  • Model belajar dari data berlabel terlebih dahulu, lalu ditingkatkan lagi dengan pola dari data tidak berlabel.

3. Self-Supervised Learning

  • Digunakan saat data tidak memiliki label eksplisit.
  • Model membuat tugas pelatihan sendiri, seperti menebak kata yang hilang dalam kalimat.
  • Pendekatan ini umum digunakan dalam tahap pelatihan awal (pretraining), namun juga bisa dipakai dalam fine tuning.

Contoh:
Kalimat: “Saya sedang ___ buku”
Model harus menebak kata “membaca”.

4. Reinforcement Learning

  • Model belajar dari umpan balik berupa reward (penghargaan) atau penalti (hukuman).
  • Digunakan dalam situasi di mana jawaban “benar” tidak pasti, tapi bisa dinilai oleh manusia.
  • Model diberi penilaian berdasarkan seberapa baik respons yang dihasilkan, lalu ditingkatkan secara bertahap.

Contoh:
Jika model memberikan jawaban yang ramah dan akurat, ia mendapat nilai tinggi. Jika jawabannya tidak relevan atau kasar, nilainya turun.

Pendekatan ini digunakan dalam teknik lanjutan seperti Reinforcement Learning from Human Feedback (RLHF).


Tantangan dalam Fine Tuning

Walaupun konsep fine tuning terdengar cukup sederhana melatih ulang model dengan data tambahan dalam praktiknya, proses ini tidak selalu mudah. Ada banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan fine tuning. Berikut beberapa tantangan umum yang sering dihadapi:

  1. Ukuran Dataset
    • Dataset yang digunakan harus cukup relevan dan memiliki kualitas tinggi.
    • Jika dataset terlalu kecil, model tidak cukup belajar. Jika terlalu besar namun tidak relevan, model bisa “lupa” pengetahuan umumnya (disebut catastrophic forgetting).
    • Idealnya, dataset harus mencerminkan tugas nyata yang diinginkan pengguna.
  2. Laju Pembelajaran (Learning Rate)
    • Ini menentukan seberapa besar perubahan bobot model pada setiap iterasi pelatihan.
    • Jika laju terlalu besar, model bisa “melompat-lompat” dan sulit menemukan pola stabil.
    • Jika terlalu kecil, pelatihan menjadi sangat lambat dan kurang efektif.
  3. Ukuran Batch (Batch Size)
    • Batch size adalah jumlah data yang diproses sekaligus dalam satu langkah pelatihan.
    • Batch terlalu besar bisa boros memori, sedangkan batch terlalu kecil membuat pelatihan tidak stabil.
  4. Regularisasi
    • Digunakan untuk mencegah model menghafal data pelatihan secara berlebihan (overfitting).
    • Teknik regularisasi membantu model belajar secara umum, bukan hanya mengingat data.
  5. Arsitektur Model
    • Setiap model (seperti GPT, LLaMA, atau BERT) memiliki struktur dan kapasitas yang berbeda.
    • Model besar memiliki potensi lebih tinggi, tapi juga membutuhkan lebih banyak sumber daya dan perhatian saat fine tuning.
  6. Strategi Pelatihan
    Fine tuning bisa dilakukan dengan berbagai strategi, misalnya:
    • Melatih seluruh model (full fine tuning)
    • Melatih hanya bagian tertentu (partial fine tuning)
    • Menggunakan teknik hemat seperti LoRA (Low-Rank Adaptation) untuk menghemat memori dan komputasi

Pemilihan strategi tergantung pada sumber daya, waktu, dan kebutuhan proyek.


Strategi Pelatihan Full Fine Tuning

Cara paling dasar dalam fine tuning adalah melatih ulang seluruh parameter dalam model. Pendekatan ini menyerupai proses pretraining, hanya saja menggunakan dataset yang berbeda dan ukuran yang lebih kecil.

Namun, full fine tuning sangat menuntut sumber daya komputasi, terutama pada model dengan ratusan juta hingga miliaran parameter. Oleh karena itu, pendekatan ini kurang efisien untuk banyak kasus penggunaan praktis.

PEFT: Parameter-Efficient Fine Tuning
Untuk mengatasi keterbatasan full fine tuning, para peneliti mengembangkan metode PEFT (Parameter-Efficient Fine Tuning). Tujuannya adalah meminimalkan jumlah parameter yang perlu diperbarui sambil tetap mempertahankan performa tinggi.

Beberapa metode PEFT yang populer meliputi:

  1. Fine Tuning Parsial (Partial Tuning)
    Dalam pendekatan ini, hanya sebagian parameter model yang diperbarui, sementara sisanya "dibekukan" (tidak berubah). Biasanya, lapisan-lapisan awal yang menangkap fitur umum tidak perlu diubah, hanya lapisan akhir yang relevan dengan tugas spesifik yang diperbarui.

    Contoh lain dari penyempurnaan parsial termasuk:

    • Hanya memperbarui nilai bias (bukan bobot).
    • Melakukan pembaruan secara sparse (jarang), hanya pada bobot-bobot tertentu.
  2. Fine Tuning Aditif (Additive Tuning)
    Metode ini tidak mengubah parameter model yang sudah ada, melainkan menambahkan parameter atau lapisan baru ke dalam model. Komponen baru ini saja yang dilatih.

    Keuntungan utama dari metode ini adalah:

    • Bobot asli tetap stabil.
    • Mengurangi konsumsi memori GPU karena parameter yang dioptimalkan lebih sedikit.
    • Bisa dikombinasikan dengan teknik kuantisasi (mengurangi presisi penyimpanan bobot).
  3. Prompt Tuning
    Ini adalah bentuk dari fine tuning aditif yang hanya melatih prompt atau isyarat (semacam instruksi) yang diberikan ke model. Prompt ini bukanlah kalimat alami, melainkan representasi vektor (soft prompt) yang bisa dipelajari.

    Prompt tuning sangat efisien dan bisa digunakan untuk mengadaptasi model ke berbagai tugas dengan cepat. Namun, kekurangannya adalah interpretasi hasil menjadi lebih sulit.

  4. Adaptor
    Adaptor adalah lapisan tambahan yang khusus untuk tugas baru. Lapisan ini disisipkan ke dalam arsitektur model dan hanya bagian ini yang dilatih.

    Penelitian menunjukkan bahwa metode adaptor bisa mencapai performa yang hampir setara dengan fine tuning penuh, meskipun hanya melibatkan sekitar 3-4% dari parameter model.

  5. LoRA (Low Rank Adaptation)
    LoRA adalah teknik reparameterisasi, yaitu cara untuk menyederhanakan representasi parameter model. Bobot model diubah menggunakan transformasi berperingkat rendah (low-rank), yang memungkinkan pelatihan dengan lebih sedikit parameter.

    Keunggulan LoRA:

    • Mengurangi memori dan waktu pelatihan secara drastis.
    • Menyimpan "delta" (perbedaan) antara model asli dan model yang disesuaikan.
    • Bisa dengan mudah ditukar-tukar sesuai kebutuhan tugas, tanpa mengubah model utama.

    Turunan dari LoRA seperti QLoRA bahkan lebih efisien lagi, karena menambahkan teknik kuantisasi untuk memperkecil ukuran model.

 

Bagaimana LLM Dilatih Sebelum Fine Tuning?

Sebelum dilakukan fine tuning, LLM dilatih menggunakan metode yang disebut self-supervised learning dengan data dalam jumlah besar, tetapi tanpa label. Dalam proses ini, model dilatih untuk menebak kata berikutnya dalam sebuah kalimat.

Misalnya, jika diberikan kalimat “Saya sedang makan…”, model dilatih untuk memprediksi kata berikutnya, seperti “nasi” atau “roti”. Proses ini diulang-ulang jutaan kali hingga model menjadi sangat mahir dalam melanjutkan teks dengan cara yang masuk akal secara tata bahasa.

Namun, meskipun model bisa menghasilkan kalimat yang tampak cerdas, pada dasarnya model belum benar-benar memahami maksud pengguna. Ia hanya mengira-ngira kata atau kalimat apa yang kemungkinan besar muncul berikutnya.

Instruction Tuning: Menyempurnakan Respons Berdasarkan Instruksi
Salah satu metode fine tuning yang umum digunakan adalah instruction tuning. Ini merupakan bagian dari supervised fine-tuning (SFT), yaitu proses penyempurnaan model dengan contoh data berlabel. Tujuannya adalah membuat model mampu mengikuti instruksi pengguna dengan lebih baik.

Contoh data yang digunakan biasanya berupa pasangan prompt (perintah atau pertanyaan) dan response (jawaban atau tindakan yang diharapkan). Misalnya:

  • Prompt: “Terjemahkan kalimat ini ke Bahasa Spanyol: ‘I love programming’”
  • Response: “Me encanta programar”

Dengan melihat banyak contoh seperti itu, model belajar bagaimana merespons perintah yang diberikan secara lebih tepat.

Instruction tuning juga digunakan agar model bisa menangani berbagai jenis tugas seperti:

  • Menjawab pertanyaan
  • Meringkas artikel
  • Mengklasifikasikan teks
  • Memberikan panduan langkah demi langkah

RLHF: Membuat AI Lebih Manusiawi
Instruction tuning memang efektif untuk mengajarkan model cara menyusun jawaban berdasarkan tugas tertentu. Tapi bagaimana jika kita ingin mengajarkan model untuk bersikap lebih manusiawi, seperti menunjukkan empati, memberikan jawaban yang akurat secara fakta, atau bahkan menjadi lucu?

Untuk tugas-tugas seperti itu, digunakan metode yang disebut Reinforcement Learning from Human Feedback (RLHF). Metode ini melibatkan manusia dalam proses pelatihan.

Cara kerjanya kira-kira seperti ini:

  1. Model menghasilkan beberapa respons atas suatu prompt.
  2. Manusia menilai respons-respons tersebut: mana yang paling baik, paling informatif, paling ramah, atau paling lucu.
  3. Berdasarkan penilaian ini, dibentuk semacam “model penghargaan” (reward model).
  4. Model utama kemudian dilatih ulang agar lebih sering menghasilkan respons yang dinilai positif oleh manusia.

RLHF sangat berguna untuk menyelaraskan model dengan nilai-nilai dan ekspektasi manusia, serta mencegah model menghasilkan konten yang tidak pantas atau menyesatkan.


Contoh Penerapan Fine Tuning dalam Dunia Nyata

Fine tuning bisa diterapkan untuk berbagai kebutuhan, antara lain:

  1. Menyesuaikan Gaya Komunikasi
    Model bisa disesuaikan agar memiliki gaya penulisan atau berbicara yang sesuai dengan identitas merek. Misalnya, selalu menyapa pengguna dengan sopan di awal kalimat atau menggunakan bahasa santai untuk pengguna anak muda.
  2. Spesialisasi Tugas
    Model yang tadinya bersifat umum bisa diubah menjadi spesialis dalam bidang tertentu. Contohnya, Meta mengembangkan Llama 2 versi chatbot (Llama-2-chat) dan versi untuk pengkodean (Code Llama).
  3. Menambahkan Pengetahuan Khusus
    Model bisa ditambahkan data tambahan dari bidang hukum, kedokteran, atau keuangan agar mampu memahami istilah teknis dan menjawab dengan lebih akurat. Ini sangat penting dalam dunia profesional yang memerlukan keakuratan tinggi.
  4. Few-shot Learning
    Model yang sudah punya kemampuan dasar kuat bisa belajar menyelesaikan tugas baru hanya dengan beberapa contoh saja. Ini sangat efisien dalam kasus penggunaan yang jumlah datanya terbatas.
  5. Menangani Kasus Khusus (Edge Cases)
    Kadang, kita perlu melatih model agar mampu merespons situasi yang tidak umum atau sensitif. Dengan fine tuning menggunakan contoh-contoh dari situasi tersebut, model bisa belajar merespons secara lebih tepat.
  6. Menggabungkan Data Internal
    Jika sebuah perusahaan memiliki data internal yang eksklusif (misalnya chat pelanggan, laporan teknis, dsb), data ini bisa digunakan untuk fine tuning agar model lebih memahami konteks bisnis perusahaan tersebut.

Kesimpulan:

Fine tuning merupakan strategi cerdas dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) yang memungkinkan model pra-latih (pretrained) disesuaikan dengan kebutuhan atau konteks tertentu, tanpa harus memulai pelatihan dari nol. Teknik ini menjadi solusi efisien di era model besar seperti GPT dan BERT, di mana pelatihan dari awal memerlukan biaya tinggi, waktu lama, dan sumber daya besar.

Dengan fine tuning, model yang telah menguasai pengetahuan umum dapat dilatih ulang menggunakan dataset yang lebih kecil dan spesifik, menghasilkan performa lebih akurat sesuai kebutuhan misalnya untuk chatbot, deteksi kanker, atau analisis sentimen lokal.

Proses fine tuning mencakup berbagai pendekatan pembelajaran, seperti supervised, semi-supervised, self-supervised, dan reinforcement learning. Meski terdengar sederhana, praktik fine tuning menghadirkan tantangan seperti penentuan dataset yang tepat, learning rate, ukuran batch, dan strategi pelatihan. Pemilihan teknik yang sesuai, seperti LoRA untuk efisiensi memori, sangat penting untuk menghindari overfitting atau kehilangan pengetahuan awal (catastrophic forgetting).

Dengan kemampuan untuk meningkatkan fleksibilitas dan relevansi model AI dalam berbagai domain, fine tuning menjadi kunci utama untuk membawa AI generatif ke dalam aplikasi dunia nyata yang lebih spesifik, efektif, dan hemat biaya.

Bagikan artikel ini

Komentar ()

Video Terkait