Akamai: Investasi Cloud Computing dan Cybersecurity Meningkat


Cloud Computing

Cloud Computing

Akamai Technologies membagikan prediksi mereka untuk 2023 serta pengamatan perusahaan terhadap sejumlah persoalan utama di bidang komputasi awan atau cloud computing dan keamanan siber atau cyber security.

Tahun 2023 disebut masih menyimpan banyak ketidakpastian yang bisa berdampak terhadap strategi teknologi informasi (TI), terutama mengenai cara paling efektif untuk melakukan investasi dalam cloud computing dan cyber security.

Gartner mengungkapkan bahwa belanja untuk layanan cloud di seluruh dunia diprediksi akan mencapai US$590 miliar di tahun 2023, naik 20,7 persen dibandingkan dengan 2022. Namun investasi untuk cloud bisa menurun jika anggaran TI secara keseluruhan menyusut, mengingat cloud selalu memegang porsi terbesar untuk pengeluaran TI.

Hal ini juga didorong dengan meningkatnya model kerja hybrid, transisi dari VPN ke akses jaringan dengan keamanan zero trust, hingga pergeseran ke model penyediaan layanan berbasis cloud.

Prediksi pertama dari Akamai Technologies terkait investasi ini salah satunya berkaitan dengan ketidakpastian ekonomi 2023 yang akan mendorong investasi. Kondisi ekonomi makro saat ini disebut akan mendorong banyak perusahaan untuk berpikir kreatif dalam hal biaya dan model bisnis.

Banyak perusahaan yang akan melakukan evaluasi terkait pengeluaran mereka untuk layanan cloud, kemudian mencari cara untuk dapat mengurangi lonjakan biaya. Ketidakpastian ekonomi juga akan mendorong eksperimen terhadap model bisnis baru untuk meningkatkan pendapatan.

“Kita sudah melihat awal perubahan ini di Asia, terutama di sektor ritel. Banyak perusahaan bereksperimen dengan model perdagangan secara live dan video pendek untuk menarik dan meningkatkan penjualan. Asia diperkirakan akan terus berada sebagai yang terdepan dalam tren video pendek ketika tren ini meluas ke wilayah-wilayah lain di dunia,” ungkap Executive Vice President & CEO Akamai Technologies, Dr. Robert Blumofe dalam keterangan resminya, melansir dari Investor.id, Senin (9/1/2023).

Kedua, peningkatan investasi akan berkaitan dengan dampak nyata dari serangan siber yang semakin signifikan. Tahun 2022 memiliki banyak serangan ransomware dan DDoS yang menargetkan lembaga-lembaga penting pemerintah, perusahaan, hingga infrastruktur.

Sayangnya, kita telah mencapai ke satu titik dalam serangan siber di mana dunia kriminal sudah mampu untuk membuat serangan siber menjadi sebuah bisnis yang dilakukan berulang dengan skala yang terus meningkat.

Robert pun menuturkan bahwa hal ini bisa terus berlanjut, bahkan mungkin memburuk di tahun 2023. Medan perang kejahatan siber berikutnya bisa berupa infrastruktur nyata atau fisik, termasuk kota, pabrik, hingga rantai pasok.

“Serangan siber tidak hanya berdampak terhadap data anda atau sebuah komputer yang belum pernah anda dengar sebelumnya, namun juga berdampak pada kemampuan anda untuk mendapatkan bahan bakar minyak, membeli kebutuhan sehari-hari, dan layanan kesehatan yang aman,” jelas Robert.

Solusi untuk permasalahan ini disebut akan kompleks dan beragam sehingga memerlukan kerja sama sektor publik dan swasta, investasi besar untuk mengamankan rantai pasokan software, dan menerapkan prinsip least privilege di mana akses hanya diberikan bagi pengguna seperlunya saja untuk mendorong keamanan terbaik bagi semua industri.

Keempat adalah metaverse yang disebut akan bergabung ke dunia nyata, karena banyak pihak yang mendorong perkembangan teknologi ini. Ada kemungkinan bahwa metaverse akan merubah cara kita bersosialisasi, bekerja, dan bermain.

2023 akan menjadi tahun di mana kesenangan ini disebut akan runtuh di dunia nyata. Dunia digital yang melingkupi semua hal mungkin akan terwujud nanti, namun realitas tersebut masih jauh di depan.

Metaverse dalam waktu dekat sendiri akan menjadi lebih seperti game interaktif. Kemajuan yang besar untuk komputasi dan teknologi yang bisa dikenakan harus dapat diwujudkan terlebih dahulu sebelum metaverse sesungguhnya dapat dibangun secara utuh.

Terakhir, adalah fokus yang lebih besar untuk dapat mengurangi dampak lingkungan dari operasional internet. Negara-negara di wilayah Asia Pasifik ingin menurunkan emisi karbon mereka, sebagai contoh adalah Australia yang terus mempercepat jadwal penghentian penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara.

Sementara Jepang meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga nuklir di tahun mendatang untuk menekan penggunaan bahan bakar fosil. Dorongan pemanfaatan energi yang lebih bersih juga akan diperluas ke perusahaan-perusahaan teknologi di tahun mendatang.

“Semua organisasi atau perusahaan akan berupaya meningkatkan efisiensi operasional internet, yang saat ini meningkatkan konsumsi energi dan biaya dari aktivitas penyimpanan, pemrosesan, dan transfer data. Tren ekonomi makro saat ini dan tekanan biaya terkait bisa semakin mengakselerasi tren ini,” pungkas Robert.


Bagikan artikel ini