BRIN Tetapkan Regulasi AI untuk Lindungi Hak Kekayaan Intelektual


Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia, di bawah kepemimpinan Laksana Tri Handoko, tengah menanggapi tantangan yang muncul seiring dengan perkembangan kecerdasan buatan (AI). Handoko menyampaikan keprihatinannya terhadap potensi pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI) yang mungkin terjadi akibat penggunaan AI.

Menurut Handoko, isu ini merupakan hal baru yang muncul dalam beberapa tahun terakhir, sejalan dengan kemunculan teknologi AI. Saat ini, belum ada regulasi yang jelas terkait penggunaan AI, sehingga BRIN berencana untuk merumuskan regulasi yang mengatur etika pemanfaatan AI.

"Pemanfaatan AI, berpotensi melanggar kekayaan intelektual orang lain tanpa sadar ataupun tidak. Sementara permasalahan ini akan kami masukkan dalam bentuk kode etik pemanfaatan AI," ungkap Handoko kepada Tempo di Kantor BRIN pada 11 Desember 2023.

Handoko menegaskan bahwa penggunaan AI yang tidak bertanggung jawab dapat membahayakan hak kekayaan intelektual orang lain. Dalam langkah untuk mencegahnya, BRIN akan melarang penggunaan AI dalam konteks yang berpotensi melanggar hak kekayaan intelektual melalui penerapan kode etik. Selain itu, ia juga membuka kemungkinan adanya regulasi yang bersifat mengikat.

Pentingnya pengaturan ini terlihat dari langkah yang diambil oleh Uni Eropa (UE). Pada 8 Desember 2023, UE mencapai kesepakatan sementara mengenai peraturan AI, menjadikannya kekuatan besar pertama di dunia yang memiliki undang-undang yang mengatur penggunaan kecerdasan buatan. Kesepakatan tersebut melibatkan negara-negara UE dan anggota Parlemen Eropa, dicapai setelah perundingan panjang selama hampir 15 jam.

Komisioner Eropa Thierry Breton menyatakan bahwa Eropa telah memposisikan dirinya sebagai pionir dalam mengatur AI, memahami peran pentingnya sebagai pembuat standar global. Kesepakatan ini memuat ketentuan, di antaranya, kewajiban bagi model dasar seperti ChatGPT dan sistem AI bertujuan umum untuk mematuhi transparansi, hak cipta, dan menyebarkan ringkasan konten pelatihan.

Sementara Eropa mengambil langkah besar dalam mengatur penggunaan AI, BRIN juga berusaha aktif untuk menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan penggunaan AI dapat memberikan manfaat maksimal tanpa merugikan pihak lain secara tidak adil.

Kedua belah pihak akan membahas rinciannya dalam beberapa hari mendatang, yang dapat mengubah bentuk undang-undang akhir.

Perjanjian tersebut mengharuskan model dasar seperti ChatGPT dan sistem AI bertujuan umum (GPAI) untuk mematuhi kewajiban transparansi sebelum dipasarkan. Hal ini termasuk menyusun dokumentasi teknis, mematuhi undang-undang hak cipta UE, dan menyebarkan ringkasan rinci tentang konten yang digunakan untuk pelatihan.


Bagikan artikel ini