CISCO: Startup dan Unicorn Jadi Katalis Bisnis Cloud Computing


CISCO

CISCO

Keberadaan perusahaan rintisan atau startup dan unicorn di Indonesia disebut menjadi katalis berkembangnya bisnis komputasi awan atau cloud computing di Indonesia. Hal ini seperti disebutkan oleh CISCO.

Naveen Menon, President CISCO ASEAN mengatakan bahwa melimpahnya jumlah startup serta unicorn di Indonesia menjadi alasan yang membuat banyak raksasa teknologi membangun data center. Selain itu, mereka pun menyediakan layanan teknologi cloud computing.

Naveen juga mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan oleh jumlah startup dan unicorn melimpah di Indonesia selaras dengan tingginya mobilitas data, serta pengeluaran dari teknologi informasi dari perusahaan.

“Ada banyak unicorn dan superapp seperti Tokopedia dan Gojek. Mereka menghasilkan banyak data. Ini penyumbang besar yang potensinya mendukung pengembangan cloud,” kata Naveen dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Selasa (24/8/2021).

Lebih lanjut. Naveen menjelaskan bahwa pengelolaan data yang dilakukan unicorn serta startup umumnya terus melimpah. Hal ini lantaran layanan mereka digunakan oleh pelanggan setiap hari dalam memenuhi kebutuhan.

Sementara Managing Director and partner BCG Prasanna Santhanam menyampaikan bahwa ekonomi digital di Indonesia merupakan pasar yang terbesar untuk layanan public cloud di Asia Tenggara pada 2024 mendatang.

Berdasarkan laporan The Future of Cloud in Asia Pacific dari CISCO dan BCG sendiri, pengeluaran untuk infrastruktur informasi dan teknologi, serta public cloud di Indonesia merupakan yang terbesar di wilayah Asia Tenggara.

Laporan tersebut juga menemukan bahwa terdapat pertumbuhan majemuk tahunan atau compound annual growth rate (CAGR) atas pengeluaran untuk layanan public cloud di Indonesia sebesar 25 persen. Malaysia sendiri hanya 23 persen, sedangkan Singapura hanya 20 persen.

Pengeluaran perusahaan di Indonesia untuk teknologi informasi pun berdasarkan laporan tercatat sebesar 13 persen selama 2020-2024. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia yang hanya sebesar 10 persen, bahkan Singapura hanya 8 persen.

“Layanan public cloud di Indonesia berkembang sangat pesat. Ini menjadi pasar yang sangat menarik,” tutur Prasanna.

Namun kendati mengalami perkembangan pesat, Global Chief Economist, The Economist Intelligence Unit (EIU) Simon Baptist menyampaikan bahwa akan ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi jika menyasar Indonesia, yaitu mengenai regulasi data.

Menurut Simon, investasi infrastruktur data ataupun cloud di Indonesia akan besar jika bisa didukung dengan regulasi. Namun hingga saat ini, pemerintah dan DPR masih melakukan kajian terhadap Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).


Bagikan artikel ini