Indonesia Manfaatkan Big Data dalam Penyusunan Kebijakan


Big Data New

Big Data

Teknologi Informasi dan teknologi (TIK) menciptakan suatu mesin baru yang sering disebut sebagai big data dengan kemampuan yang luar biasa dan tidak terbayangkan oleh teknologi sebelumnya. Kemudian TIK mampu secara volume, velocity, dan value-nya bekerja dalam satu waktu, sehingga memungkinkan penopangan kebijakan prediktif, termasuk dalam pencapaian tujuan pembangunan.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahjudi Djafar dalam webinar berkonsep Ruang Bincang dengan tema “Pembangunan dan Utilisasi Data dalam Analisis dan Penyusunan Kebijakan”, yang dikutip melalui Beritasatu.com pada Kamis (24/3/2022).

Wahjudi mengatakan karena data yang dikumpulkan tentang manusia yang kemudian pada akhirnya digunakan untuk mengambil keputusan, maka harus berdasarkan hak asasi manusia (HAM).

"Dalam konteks itu, perlindungan data menjadi penting. Sehingga proses data ini tetap dalam kerangka ruang penghormatan HAM. Karena kalau tidak dikerangkakan, maka proses dan tujuan bisa dimungkinkan atau berisiko mengesampingkan HAM," ujar Wahjudi.

Di sisi lain, peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS), Edbert Gani Suryahudaya membahas mengenai pemanfaatan dan praktik baik big data media sosial dalam analisis kebijakan serta kondisi keterbukaan data saat ini dalam menunjang kegiatan riset berbasis kebijakan.

Menurut Gani, keterbukaan big data atau data publik menjadi persoalan menahun. Dia melihat, masalah supply dan demand. Kalau data supply tersedia tetapi tidak dimanfaatkan, akan sangat percuma.

"Persoalan sisi lain dari sisi permintaan tidak banyak lembaga yang berusaha memanfaatkan dengan cukup baik. Itu harus dilakukan keseimbangan," kata Gani.

Sementara itu Deputi II Bidang Pembangunan Manusia, Kantor Staf Presiden (KSP), Abetnego Tarigan menjelaskan upaya yang sedang berjalan maupun diinisiasi oleh Pemerintah Indonesia dalam mendorong utilisasi big data yang efektif, kolaboratif, serta akuntabel.

"Jadi selain soal keterbukaan data pemerintah, di sisi lain juga banyak data lain yang perlu dilindungi. Sangat valid apa yang disampaikan soal diperlukannya perlindungan data pribadi. Oleh karena itu, pengembangan menuju Satu Data harus memberikan rasa nyaman ke semua pihak," tutur Abetnego.


Bagikan artikel ini