Kominfo Siapkan Panduan Etika Penggunaan AI


Artificial Intelligence

Artificial Intelligence

Kementerian Kominfo akan meluncurkan panduan etika terkait penggunaan kecerdasan buatan (AI) di Indonesia. Pengumuman ini disampaikan dalam acara "Regulasi dan Etika dari Kecerdasan Buatan atau AI" yang diselenggarakan melalui live streaming di Vidio pada Selasa (21/11/2023).

"Dalam waktu dekat, kita akan mengeluarkan surat edaran panduan penggunaan AI. Ini lagi kita bahas, draftnya sudah jadi, dalam waktu dua pekan ini akan melakukan diskusi yang sangat intens untuk mengeluarkan surat edaran," ujar Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria.

Disampaikannya, saat ini pembahasan panduan tersebut masih berlangsung antara pemerintah dan pelaku industri. Ditargetkan, pada Desember ini akan terbit surat edaran ini.

"Panduan penggunaannya lebih ke etika, karena memang untuk sampai ke hard-nya, kita harus me-review semua perkembangannya dulu, dan bicara dengan stakeholders," ujar Nezar.

"Jadi kami tidak mau membatasi inovasinya juga, kami sepakat dengan negara-negara lain untuk memaksimalkan benefitnya, meminimalkan risikonya," Wamenkominfo menambahkan.

Menurut Nezar, pertemuan internasional di London, Inggris, yang melibatkan 28 negara telah menetapkan nilai-nilai dasar terkait kecerdasan buatan. Meskipun belum ada aturan global mengenai AI, kesepakatan yang dikenal sebagai Bletchley Declaration yang dihasilkan di Inggris dianggap sebagai langkah positif, meskipun bersifat non-legally binding.

"Ini memang dia non-legally binding. Jadi, tidak mengikat secara hukum, karena masih bersifat norma, tetapi dari situ nanti bisa maju lebih jauh lagi," ungkap Nezar.

Di Indonesia sendiri, AI telah banyak digunakan di berbagai sektor, termasuk media, transportasi, dan kesehatan. Di sektor media, AI digunakan untuk menghasilkan konten, seperti berita, artikel, dan video. Di sektor transportasi, AI digunakan untuk mengembangkan sistem otonom, seperti mobil dan kereta api. Di sektor kesehatan, AI digunakan untuk mengembangkan sistem diagnosis dan perawatan.

Dalam kesempatan tersebut, Wamenkominfo juga mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi penyalahgunaan teknologi AI dalam menyebarkan informasi palsu. Dia menyarankan untuk selalu melakukan pemeriksaan lebih lanjut terutama ketika menerima konten yang meragukan, seperti berita yang terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.

"Kalau menerima konten yang agak meragukan, misalnya too good to be true, seperti contohnya presiden berbahasa Mandarin, tentu saja menimbulkan pertanyaan, itu bisa cek ke sumber yang otoritatif," tuturnya.

Selain itu, di tengah suasana jelang Pemilu 2024, Kominfo juga menggandeng sejumlah pihak mulai dari media mainstream, Mafindo, Cek Fakta, dan komunitas.

"Kita bisa cek ke situs-situs yang resmi, termasuk ke Cek Fakta, untuk memastikan apakah konten yang beredar itu hoaks, atau deepfake, atau misinformasi/ disinformasi. Yang paling penting adalah jaga pikiran kritis kita dalam menerima informasi," pungkasnya.

Masyarakat juga memiliki peran penting dalam memastikan penggunaan AI yang bertanggung jawab. Masyarakat perlu bersikap kritis terhadap informasi yang diterima, terutama di media sosial. Masyarakat juga perlu melaporkan konten yang dicurigai sebagai hoaks atau deepfake.


Bagikan artikel ini