Microsoft Ungkap Bahaya AI di Tangan Hacker


Microsoft

Logo Microsoft

Microsoft baru-baru ini mengungkapkan bahwa para hacker dari berbagai negara kini mulai memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk melancarkan serangan siber yang semakin canggih. Dalam laporan berjudul Navigating Cyberthreats and Strengthening Defenses in the Era of AI, Microsoft menggambarkan bagaimana landscape ancaman siber telah menjadi lebih kompleks karena penjahat yang semakin terampil dan memiliki sumber daya yang lebih baik.

Menurut laporan tersebut, para pelaku ancaman, bersama dengan pihak yang berusaha untuk melawan serangan tersebut, telah melirik ke arah AI, termasuk large language model (LLM), untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi serangan mereka serta memanfaatkan platform yang sesuai dengan tujuan mereka.

"Meskipun motif dan kecanggihan pelaku ancaman berbeda-beda, mereka memiliki tugas yang sama saat melancarkan serangan," kata Microsoft dalam laporannya dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (20/2/2024).

"Tugas-tugas tersebut meliputi pengintaian, seperti meneliti industri, lokasi, dan hubungan calon korban; pengkodean, termasuk meningkatkan skrip perangkat lunak dan pengembangan malware; dan bantuan untuk mempelajari dan menggunakan bahasa manusia dan mesin," lanjut keterangan itu.

Dalam menghadapi fenomena ini, Microsoft bersama OpenAI dan negara-negara lain telah mengidentifikasi berbagai ancaman intelijen dari negara-negara tertentu yang menggunakan teknologi AI dalam operasi mereka.

Keterlibatan yang bersifat tentatif dengan Large Language Model (LLM) mencerminkan perluasan perangkat pengumpulan intelijen serta fase eksperimental dalam mengevaluasi kemampuan teknologi yang sedang berkembang. 

Microsoft, melalui laporannya, juga mengungkap modus penipuan yang menggunakan kecerdasan buatan (AI), di antaranya adalah sintesis suara. Teknologi saat ini mampu menggunakan sampel suara selama tiga detik untuk melatih model AI agar terdengar seperti individu tertentu. Bahkan, hal sekecil sapaan pesan suara dapat digunakan untuk menghasilkan sampel yang cukup memadai. Sebagian besar interaksi sosial dan transaksi bisnis kita saat ini bergantung pada pemeriksaan identitas, termasuk pengenalan suara, wajah, alamat email, atau gaya penulisan seseorang.

Daftar kelompok hacker yang menggunakan AI

Microsoft mengungkapkan beberapa modus dari kelompok hacker yang menggunakan AI dan bahayanya:

  1. Forest Blizzard (STRONTIUM): Microsoft mengidentifikasi aktor intelijen militer Rusia yang sangat efektif terkait dengan Direktorat Utama Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia atau GRU Unit 26165. Kelompok ini telah melakukan serangan terhadap korban yang memiliki kepentingan taktis dan strategis bagi pemerintah Rusia. Kegiatan mereka menjangkau berbagai sektor termasuk pertahanan, transportasi/logistik, pemerintah, energi, LSM, dan teknologi informasi. 
  1. Emerald Sleet (Velvet Chollima): Kelompok hacker dari Korea Utara yang teridentifikasi oleh Microsoft telah menggunakan serangkaian strategi yang canggih untuk menarik perhatian korban mereka. Dengan menyamar sebagai lembaga akademik dan LSM terkemuka, kelompok ini berupaya untuk memikat korban agar memberikan tanggapan dan komentar ahli tentang kebijakan luar negeri yang terkait dengan Korea Utara. 

Penggunaan Large Language Model (LLM) oleh kelompok Emerald Sleet melibatkan penelitian yang mendalam terhadap lembaga think tank dan para pakar tentang Korea Utara, serta pembuatan konten yang kemungkinan besar akan digunakan dalam kampanye spear phishing. Selain itu, Emerald Sleet juga menggunakan LLM untuk memahami kerentanan yang diketahui secara publik, memecahkan masalah teknis, dan mendapatkan bantuan dalam mengoperasikan berbagai teknologi web. 

  1. Crimson Sandstorm (CURIUM): Microsoft mengungkap bahwa kelompok hacker yang terkait dengan Iran dan memiliki koneksi dengan Korps Garda Revolusi Islam telah terlibat dalam serangkaian aktivitas yang menimbulkan kekhawatiran. Penggunaan Large Language Model (LLM) oleh kelompok ini melibatkan permintaan dukungan yang beragam, mulai dari rekayasa sosial hingga bantuan dalam pemecahan masalah kesalahan, pengembangan .NET, dan strategi untuk menghindari deteksi saat berada di mesin yang telah disusupi. 
  1. Charcoal Typhoon (CHROMIUM): Microsoft telah mengungkap bahwa kelompok hacker ini memiliki afiliasi dengan China dan mayoritas fokusnya adalah pada pelacakan kelompok-kelompok di berbagai negara seperti Taiwan, Thailand, Mongolia, Malaysia, Prancis, Nepal, dan individu-individu di seluruh dunia yang menentang kebijakan China. Dalam serangkaian operasi baru-baru ini, kelompok Charcoal Typhoon menggunakan Large Language Model (LLM) untuk mendapatkan wawasan yang lebih dalam dalam penelitian, dengan tujuan memahami teknologi, platform, dan kerentanan tertentu. 

Ini menandakan bahwa kelompok tersebut sedang dalam tahap awal pengumpulan informasi yang mungkin akan digunakan untuk kepentingan yang belum diketahui. Di sisi lain, kelompok lain yang didukung oleh China, yaitu Salmon Typhoon, telah menggunakan LLM sepanjang tahun 2023 untuk menilai efektivitasnya dalam mendapatkan informasi tentang topik-topik yang berpotensi sensitif, individu berprofil tinggi, geopolitik regional, pengaruh AS, dan urusan dalam negeri. Tindakan ini menyoroti tingkat keterlibatan dan upaya yang dilakukan oleh kelompok-kelompok terkait negara untuk mengumpulkan intelijen dan mempengaruhi situasi di tingkat global.

Menangkal Ancaman Siber dengan Bantuan AI

Bagaimana langkah-langkah untuk menangkal ancaman siber yang semakin canggih dengan bantuan AI?

Microsoft mengklaim telah mendeteksi lebih dari 65 triliun sinyal keamanan siber per hari, dan menggunakan kecerdasan buatan untuk menganalisis informasi ini guna mengidentifikasi ancaman potensial. Mereka juga menggunakan kecerdasan sinyal untuk mendukung AI Generatif untuk perlindungan ancaman tingkat lanjut, keamanan data, dan keamanan identitas.

"Kami juga menggunakan kecerdasan sinyal ini untuk mendukung AI Generatif untuk perlindungan ancaman tingkat lanjut, keamanan data, dan keamanan identitas guna membantu para pembela HAM menangkap apa yang terlewatkan oleh pihak lain," ungkap Microsoft.

Beberapa metode yang digunakan oleh Microsoft untuk melindungi diri dan pelanggan mereka meliputi:

  • Deteksi ancaman yang diaktifkan oleh AI untuk mengidentifikasi perubahan dalam cara sumber daya atau lalu lintas di jaringan digunakan.
  • Analisis perilaku untuk mendeteksi proses masuk yang berisiko dan perilaku anomali.
  • Model pembelajaran mesin untuk mendeteksi proses masuk yang berisiko dan malware.
  • Implementasi model Zero Trust di mana setiap permintaan akses harus sepenuhnya di autentikasi, otorisasi, dan enkripsi.
  • Verifikasi kesehatan perangkat sebelum terhubung ke jaringan perusahaan.

Microsoft menyadari bahwa titik-titik rawan terletak pada area-area seperti uji coba gratis atau harga promosi layanan atau produk. Dengan pemahaman ini, mereka fokus pada pengembangan model AI yang secara otomatis mendeteksi serangan, termasuk upaya manipulasi data dan identitas palsu yang dapat digunakan untuk menghindari sanksi atau mempertahankan pelanggaran kriminal.

"Secara otomatis, kami membangun model AI untuk mendeteksi serangan-serangan ini untuk Microsoft dan pelanggan kami."

"Kami mendeteksi siswa dan akun sekolah palsu, perusahaan atau organisasi palsu yang telah mengubah data perusahaan mereka atau menyembunyikan identitas asli mereka untuk menghindari sanksi, menghindari kontrol, atau menyembunyikan pelanggaran kriminal di masa lalu seperti hukuman korupsi, upaya pencurian, dan lainnya," jelas Microsoft.

Selain itu, Microsoft menggunakan teknologi terkini seperti GitHub Copilot dan Microsoft Copilot for Security untuk mencegah insiden yang dapat berdampak pada operasi mereka. Dalam mengatasi ancaman melalui email, AI digunakan untuk meningkatkan kemampuan deteksi dengan memeriksa sinyal selain komposisi email, mengidentifikasi potensi ancaman yang dapat disamarkan dalam pesan yang tampaknya sah.

Masa Depan Ancaman Siber

Microsoft mengantisipasi bahwa AI akan terus berevolusi dalam taktik rekayasa sosial, menciptakan serangan yang lebih canggih termasuk deepfake dan kloning suara. Oleh karena itu, pencegahan menjadi kunci dalam memerangi semua ancaman siber, baik yang bersifat tradisional maupun yang menggunakan AI.

Dengan demikian, upaya bersama antara lembaga keamanan, perusahaan, dan masyarakat umum dalam mengembangkan solusi yang inovatif dan responsif sangat penting dalam menghadapi ancaman siber yang semakin canggih ini.


Bagikan artikel ini