Shipsy: Solusi Logistik Berbasis AI, Dukung Efisiensi Bisnis UKM


Artificial Intelligence

Ilustrasi Artificial Intelligence

CEO dan Co-Founder Shipsy Soham Chokshi menyampaikan bahwa digitalisasi serta penerapan solusi logistik bagi perusahaan besar maupun usaha kecil dan menengah (UKM) dapat menyederhanakan manajemen logistik serta menjembatani kesenjangan di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Soham mengakui bahwa kawasan Asia Tenggara selalu menjadi roda penggerak yang penting dalam ekonomi global. Bahkan di tengah krisis bisnis akibat pandemi COVID-19, ekonomi di kawasan Asia Tenggara tetap relatif tangguh karena hanya turun 1,5% sejak pandemi berlangsung, dibandingkan dengan negara-negara maju lain yang turun hingga 3,2%.

Namun menurut Soham, kawasan ini masih memiliki tantangan logistik yang harus segera ditangani agar ketahanan luar biasa ini bisa bertahan lama. Asia Tenggara sendiri menampung negara-negara kepulauan yang membuat pembangunan infrastruktur untuk operasi logistik serta supply chain menjadi sulit.

“Oleh karena itu, penerapan solusi manajemen logistik berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) akan memberdayakan perusahaan untuk mengotomatisasi, mengoptimalkan, dan mendapatkan visibilitas menyeluruh atas operasi logistik untuk mengatasi tantangan tersebut,” tutur Soham dalam konferensi pers virtual, Selasa (19/4/2022).

Menurut Soham, solusi manajemen logistik berbasis AI ini akan membantu bisnis untuk dapat memperluas pembaruan secara real-time ke pelanggan. Hal ini akan membuat pelanggan mendapatkan wawasan menyeluruh mengenai penyedia layanan logistik pihak ketiga serta pergerakan armadanya sendiri.

Transformasi digital untuk manajemen logistik berbasis AI ini kemudian dapat dilacak melalui satu dashboard, yang kemudian dapat membantu UKM untuk mengurangi potensi peningkatan biaya logistik, pengiriman ulang, proses manual, komunikasi buruk, dan lainnya.

Solusi berbasis AI ini juga bisa mengotomatisasi operasi pengiriman, mengoptimalkan konsumsi bahan bakar, mengurangi jarak tempuh, meminimalisasi intervensi manual, mengoptimalkan pemanfaatan kapasitas, hingga menghilangkan jarak tempuh yang kosong.

Soham juga menyebut bahwa penerapan teknologi AI akan meningkatkan upaya pengiriman pertama dengan memperluas visibilitas ke pelanggan akhir melalui perkiraan waktu kedatangan serta tautan pelacakan langsung. Hal ini secara keseluruhan dapat menghemat hingga 12% di level mid-mile dan 23% di last-mile cost.

“Maka untuk perusahaan yang terlibat dalam perdagangan lintas batas, memiliki visibilitas dari ujung ke ujung atas pergerakan pengiriman memungkinkan pengurangan biaya tidak terduga hingga 34% karena peringatan otomatis memberi informasi tentang status pengiriman,” jelas Soham.

Sementara berkenaan dengan tren layanan pengiriman cepat untuk mendukung perdagangan secara elektronik (quick commerce) di Indonesia, Soham menegaskan bahwa Indonesia telah menjadi salah satu pasar yang sangat matang.

Soham menjelaskan bahwa secara umum, e-niaga terbagi menjadi dua kategori. Pertama, perniagaan biasa yang bisa dibeli secara daring serta membutuhkan waktu pengiriman barang selama dua hingga tiga hari.

“Kedua, adalah hyper local, yang dulunya barang akan sampai dalam dua atau tiga jam, sekarang hanya 30 menit, 20 menit, dan bahkan hanya 10 menit sudah sampai. Kedua hal ini pada dasarnya akan menjadi tren kedepannya,” tutur Soham.

Pada perspektif teknologi logistik berbasis cloud, Soham menilai bahwa pengantaran barang dalam waktu 10 menit sangat masuk akar. Teknologi yang ada pun telah memiliki dukungan untuk memastikan pengiriman cepat terjadi.

“Dalam menghadapi lanskap e-commerce yang berubah saat ini serta harapan pelanggan yang terus berubah, memanfaatkan solusi manajemen logistik dapat membantu untuk mengatasi tantangan pengiriman,” pungkas Soham.


Bagikan artikel ini