Strategi BCDR Efektif untuk Melawan Serangan Ransomware


Ilustrasi Cyber Protection

Ilustrasi Cyber Protection

Serangan ransomware kini bukan lagi sekadar ancaman biasa, melainkan telah menjadi salah satu tantangan terbesar bagi dunia digital modern. Semakin canggih, semakin terorganisir, dan dampaknya semakin menghancurkan. Ransomware tidak lagi hanya menyerang sistem komputer individu, melainkan telah menjadi senjata ampuh untuk melumpuhkan operasional organisasi dan bisnis berskala kecil maupun besar.

Bahkan, para peretas kini mulai memanfaatkan alat-alat IT sah untuk meluncurkan aksinya. Contohnya adalah saat Microsoft mengungkap penyalahgunaan fitur Quick Assist yang digunakan untuk menyebarkan ransomware bernama Black Basta. Fakta ini menunjukkan bahwa siapa pun bisa menjadi target dan siapa pun bisa menjadi pelaku, terutama dengan kemunculan model Ransomware-as-a-Service (RaaS) yang memungkinkan peluncuran serangan oleh siapa saja, bahkan yang tidak memiliki keahlian teknis.

Menurut prediksi dari Cybersecurity Ventures, pada tahun 2031, serangan ransomware akan terjadi setiap 2 detik dengan potensi kerugian global mencapai USD 275 miliar per tahun. Maka, tidak cukup hanya mengandalkan pencegahan. Perlu strategi pertahanan yang lengkap, yang tidak hanya mencegah tetapi juga memastikan kemampuan untuk bangkit kembali setelah serangan.

Di sinilah peran strategi Business Continuity and Disaster Recovery (BCDR) menjadi sangat vital. Strategi BCDR yang kuat dapat menjadi penentu apakah organisasi mampu pulih dan bertahan, atau justru ambruk akibat kehilangan data dan kerugian layanan. Mari kita bahas lima pilar penting dalam BCDR untuk melawan ransomware secara efektif.

  1. Terapkan Strategi Backup 3-2-1-1-0: Standar Baru Perlindungan Data
    Konsep 3-2-1 backup telah lama dikenal: simpan 3 salinan data, di 2 media yang berbeda, dan 1 salinan disimpan di lokasi terpisah. Namun, menghadapi ransomware masa kini, pendekatan ini perlu diperkuat menjadi 3-2-1-1-0.

    Penjelasannya:

    • Tambahan "1" pertama: satu salinan cadangan harus bersifat immutable (tidak dapat diubah atau dihapus), sehingga aman dari modifikasi oleh ransomware.
    • Angka "0": berarti tidak ada kesalahan dalam cadangan, karena setiap titik pemulihan telah diverifikasi dan diuji.

    Mengapa hal ini penting? Karena pelaku ransomware kini tidak hanya menyerang sistem utama, tetapi juga membidik cadangan data. Maka dari itu, penggunaan cadangan cloud, sistem air-gapped (terpisah dari jaringan utama), dan immutability menjadi sangat krusial.

    Gunakan solusi berbasis Linux yang diperkuat, karena lebih tahan terhadap deteksi dan serangan di lingkungan Windows yang umum digunakan.

  2. Otomatisasi dan Pemantauan Backup Secara Aktif
    Otomatisasi memang memberikan efisiensi, tetapi jika tidak dibarengi dengan pemantauan yang aktif, proses backup bisa menjadi celah keamanan. Anda harus memastikan bahwa backup yang dijadwalkan benar-benar berjalan dan dapat dipulihkan saat dibutuhkan.

    Gunakan alat monitoring khusus atau skrip internal untuk:

    • Memantau proses backup secara real-time.
    • Mengirimkan peringatan jika terjadi kegagalan.
    • Memverifikasi integritas data pada titik pemulihan.
    • Gunakan solusi backup yang dapat terintegrasi dengan sistem ticketing otomatis seperti PSA (Professional Services Automation) agar tim IT langsung menerima notifikasi jika terjadi masalah.
  3. Lindungi Infrastruktur Backup dari Ancaman Eksternal dan Internal
    Infrastruktur backup itu sendiri harus menjadi "benteng" yang kokoh. Jangan biarkan ia menjadi titik lemah dalam sistem pertahanan Anda.

    Beberapa strategi penting yang wajib diterapkan antara lain:

    • Pisahkan server backup dari internet dan dari jaringan utama produksi.
    • Batasi komunikasi keluar hanya ke vendor yang tepercaya.
    • Gunakan firewall dan pengaturan port-based access control.
    • Enkripsi di tingkat agen (agent-level encryption) dengan kunci yang hanya diketahui internal.
    • Terapkan kontrol akses berbasis peran (RBAC) dan prinsip least privilege.
    • Aktifkan multi-factor authentication (MFA) untuk konsol manajemen.
    • Pantau log audit secara berkelanjutan dan pastikan log tersebut tidak dapat dimodifikasi.

    Lebih lanjut, Anda juga harus mendeteksi:

    • Upaya login mencurigakan.
    • Penghapusan backup yang tidak biasa.
    • Aktivitas aneh dalam sistem cadangan.
    • Setel peringatan otomatis untuk setiap pelanggaran kebijakan keamanan atau aktivitas abnormal.
  4. Uji Proses Pemulihan Secara Rutin dan Masukkan dalam Rencana Disaster Recovery
    Backup hanya akan berguna jika bisa dipulihkan dengan cepat dan tepat. Oleh karena itu, pengujian pemulihan harus menjadi kegiatan rutin yang terjadwal dalam rencana pemulihan bencana (Disaster Recovery Plan).

    Langkah-langkah yang harus diambil:
    Tentukan RTO (Recovery Time Objective) dan RPO (Recovery Point Objective) untuk setiap aplikasi dan sistem.

    Uji berbagai skenario pemulihan, seperti:

    • Pemulihan file individu.
    • Pemulihan penuh sistem (bare-metal recovery).
    • Failover ke cloud.

    Jangan lupa untuk melibatkan departemen lain dalam simulasi, termasuk:

    • Tim komunikasi untuk pemberitahuan kepada klien.
    • Tim operasional untuk mengaktifkan prosedur tanggap darurat.
    • Evaluasi dampak ke seluruh stakeholder.

    Simulasi ini akan mengungkap kelemahan tersembunyi, baik dari sisi teknologi, koordinasi tim, maupun prosedur yang kurang siap.

  5. Gunakan Backup sebagai Lapisan Pertahanan untuk Deteksi Ancaman
    Salah satu strategi yang masih sering diabaikan adalah pengawasan data backup sebagai alat deteksi dini. Backup bukan hanya alat pemulihan, tetapi juga bisa menjadi sistem alarm terhadap aktivitas mencurigakan.
    Ciri-ciri aktivitas mencurigakan pada backup:

    • Enkripsi mendadak pada file.
    • Penghapusan file secara masif.
    • Perubahan metadata atau isi file yang aneh (misalnya isi file rusak tapi timestamp tidak berubah).

    Beberapa solusi backup modern kini telah mendukung deteksi anomali secara real-time, dan dapat diintegrasikan dengan SIEM (Security Information and Event Management) atau sistem log lainnya.

    Pilih solusi backup yang dapat menyuplai informasi penting kepada tim keamanan TI agar mereka bisa mengisolasi ancaman lebih cepat dan mengurangi dampak sebelum menyebar lebih jauh.

Jangan lupakan peran pengguna akhir (end user). Ransomware sering kali masuk melalui phishing, tautan berbahaya, atau kredensial yang dicuri. Bahkan, satu klik saja bisa membuka pintu untuk seluruh jaringan disusupi.

Data dari Microsoft Digital Defense Report 2024 menunjukkan lebih dari 7.000 serangan kata sandi dicegah setiap detik di Entra ID. Ini menegaskan betapa rentannya titik manusia dalam keamanan siber.

Apa yang bisa dilakukan?

  • Berikan pelatihan keamanan secara berkala.
  • Adakan simulasi serangan phishing.
  • Dorong budaya melapor tanpa menyalahkan.
  • Bangun program internal seperti Cybersecurity Hero untuk memberikan apresiasi pada pelapor dini.
  • Jika seluruh tim dalam organisasi paham akan perannya, risiko serangan ransomware bisa ditekan secara signifikan. 

Ransomware bukan hal yang bisa dianggap sepele atau ditunda penanganannya. Anda mungkin tidak bisa mencegah semua serangan, tetapi Anda bisa memastikan organisasi Anda tetap bisa bertahan dan pulih dengan cepat. Jangan menunggu hingga serangan terjadi untuk menyadari bahwa backup Anda tidak cukup.

Ransomware tidak mengenal kompromi. Tapi Anda bisa memilih untuk siap menghadapinya.

Bagikan artikel ini

Komentar ()

Video Terkait