AI Memicu Lonjakan Konsumsi Air Global, Apa Penyebabnya?
- Muhammad Bachtiar Nur Fa'izi
- •
- 25 Agt 2024 18.39 WIB
Tren adopsi teknologi artificial intelligence (AI) telah mendorong peningkatan signifikan dalam konsumsi air global. Hal ini terungkap dalam laporan terbaru yang dirilis oleh media internasional Financial Times. Dalam laporan tersebut, diungkapkan bahwa sejak tahun 2019, konsumsi air untuk mendinginkan data center di negara bagian Virginia, Amerika Serikat (AS), mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Menurut data dari Financial Times, konsumsi air yang diperlukan untuk operasi data center di Virginia mencapai 1,85 miliar galon (sekitar 7 miliar liter) pada tahun 2023, meningkat dari 1,13 miliar galon (sekitar 4,2 miliar liter) pada tahun 2019.
Secara global, konsumsi air untuk data center hampir mencapai 200 miliar galon (sekitar 757 miliar liter) pada tahun 2023. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 250 miliar galon (sekitar 946 miliar liter) pada tahun 2030 mendatang. Peningkatan konsumsi air yang signifikan ini menimbulkan kekhawatiran terkait keberlanjutan lingkungan, terutama terkait potensi terjadinya kekeringan atau krisis air di seluruh dunia. Pertanyaannya adalah, bagaimana AI dapat berkontribusi terhadap peningkatan konsumsi air ini.
Air sebagai Sistem Pendingin
Perangkat komputasi canggih, seperti pusat data (data center), menghasilkan panas saat beroperasi secara terus-menerus. Untuk mencegah overheating yang dapat menyebabkan kerusakan serius, air digunakan sebagai sistem pendingin. Pusat data tersebut berfungsi untuk memproses berbagai aplikasi, platform, dan model kecerdasan buatan (AI). Air yang digunakan dalam sistem pendingin ini mengalir melalui pipa atau selang sirkulasi, melewati berbagai komponen di dalam pusat data.
Dengan suhu air yang lebih rendah, panas yang dihasilkan oleh komponen internal dapat diredam, menjaga suhu perangkat tetap stabil dan mencegah masalah operasional. Pusat data ini mendukung aplikasi dan model AI terkemuka, seperti GPT-4 dan ChatGPT dari OpenAI, Gemini dari Google, serta Copilot dari Microsoft. Kenaikan tren AI yang signifikan berkontribusi pada bertambahnya jumlah pusat data. Penambahan ini tentunya ikut meningkatkan kebutuhan sistem pendingin dan, pada gilirannya, konsumsi air.
Namun, permasalahan yang muncul adalah air dalam sistem pendingin ini umumnya tidak dapat digunakan kembali, karena tidak bisa disirkulasikan untuk penggunaan berulang. Air dalam sistem pendingin data center umumnya akan menguap seiring dengan penggunaannya. Akibatnya, perusahaan yang memiliki data center harus secara teratur menambahkan air baru ke dalam sistem pendingin. Kondisi ini menyebabkan peningkatan konsumsi air secara keseluruhan, terutama jika perusahaan memiliki banyak data center.
Google dan Microsoft catat peningkatan konsumsi air
Seiring dengan pengembangan bisnis kecerdasan buatan (AI) yang kian pesat, perusahaan-perusahaan teknologi besar, seperti Google dan Microsoft, kini perlu mengintegrasikan lebih banyak data center. Ketersediaan air untuk sistem pendingin menjadi kebutuhan krusial dalam operasional mereka. Berdasarkan laporan dari Financial Times, Google mencatat peningkatan signifikan dalam konsumsi airnya dari tahun ke tahun. Pada 2020, konsumsi air Google berada di bawah 4 milyar galon (sekitar 15,4 miliar liter) per tahun. Namun, pada tahun 2023, angka ini melonjak drastis menjadi lebih dari 6 miliar galon (sekitar 22,7 miliar liter.
Microsoft juga mengalami peningkatan serupa dalam konsumsi air. Angka konsumsi mereka naik dari sekitar 1 miliar galon (sekitar 3,7 miliar liter) pada 2020 menjadi sekitar 2 miliar galon (sekitar 7,5 miliar liter) di tahun 2023. Kedua perusahaan teknologi ini menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan air di data center mereka yang tersebar di berbagai belahan dunia, mereka memanfaatkan sumber daya dari wilayah dengan "air melimpah". Google melaporkan bahwa 15 persen dari total konsumsi air di data center mereka berasal dari area tersebut, sedangkan Microsoft mengambil 42 persen konsumsi airnya dari daerah yang kaya akan sumber air.
Namun, belum ada informasi jelas mengenai langkah-langkah yang diambil oleh kedua perusahaan ini untuk mengurangi dampak konsumsi air di tengah meningkatnya adopsi dan pengembangan AI. Peningkatan konsumsi air di data center ini berpotensi mempengaruhi ketersediaan air di seluruh dunia dan keberlanjutan lingkungan di masa depan, sebagaimana dirangkum oleh KompasTekno dari TechRadar.
Sayangnya, regulasi mengenai dampak lingkungan yang diakibatkan oleh teknologi AI masih minim dan belum dievaluasi secara menyeluruh oleh pihak-pihak terkait. Dengan kata lain, efek lingkungan yang ditimbulkan oleh penggunaan teknologi AI, seperti peningkatan konsumsi air akibat pertumbuhan jumlah pusat data dan energi panas yang dihasilkan oleh perangkat, saat ini masih menjadi masalah yang belum mendapatkan solusi.