Elon Musk Gugat CEO OpenAI, Kontroversi Komersialisasi AI


Logo OpenAI

Logo OpenAI

Elon Musk, salah satu tokoh terkemuka di dunia teknologi, kembali membuat gebrakan dengan melayangkan gugatan pada Sam Altman, CEO OpenAI, perusahaan pengembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang terkenal dengan produk chatbot ChatGPT. Musk, yang juga merupakan salah satu pendiri OpenAI, merasa terganggu dengan arah yang diambil perusahaan terkait pengembangan AI.

Gugatan yang diajukan oleh Musk ke Pengadilan Tinggi California di San Fransisco pada (29/02/2024), Amerika Serikat (AS), menyoroti ketidaksepakatan antara visi awal pendirian OpenAI dengan arah perkembangannya saat ini. Musk berpendapat bahwa OpenAI telah meninggalkan misi utamanya, yaitu mengembangkan kecerdasan buatan untuk kepentingan manusia.

"Di bawah dewan barunya, itu (OpenAI) tidak hanya mengembangkan tetapi menyempurnakan AGI (Artificial General Intelligence) untuk memaksimalkan keuntungan bagi Microsoft, bukan untuk kepentingan kemanusiaan. Ini adalah pengkhianatan terhadap perjanjian pendirian," tulis gugatan itu.

Kontrak yang diajukan pada 2015 disebut Musk telah dilanggar. Karena Altman dan Brockman sepakat untuk mendirikan perusahaan dengan visi yang bersifat open source dan nirlaba. Mereka bermaksud untuk mengembangkan artificial general intelligence (AGI) yang dapat menangani tugas-tugas seperti manusia namun tetap menguntungkan manusia.

Namun, dalam kurun waktu hampir 10 tahun sejak berdirinya, arah OpenAI mulai bergeser. Perusahaan ini tampaknya lebih fokus untuk menghasilkan keuntungan, dilansir dari Reuters pada Senin (4/3/2024).

Musk, yang sebelumnya telah menyumbangkan lebih dari 44 juta dolar AS kepada OpenAI antara 2016 dan September 2020, menyatakan bahwa dalam beberapa tahun pertama, dia adalah investor terbesar OpenAI. Meskipun pernah menjadi anggota dewan direksi, Musk meninggalkan posisinya pada tahun 2018.

Menurut laporan Reuters, Musk sebelumnya telah mencoba untuk mengambil alih kendali OpenAI pada tahun 2017 dengan tujuan untuk menjadikannya sebagai entitas komersial yang bermitra dengan Tesla, perusahaan mobil yang juga dimiliki oleh Musk. Salah satu sumber menyebutkan bahwa upaya pengambilalihan OpenAI oleh Musk dimaksudkan untuk memanfaatkan superkomputer Tesla. Namun, rencana tersebut ditolak oleh seluruh pendiri OpenAI, dan Musk pun mundur dari perusahaan pada tahun 2018.

Sejak itu, Musk telah menjadi salah satu suara paling vokal yang menyerukan regulasi untuk teknologi AI. Dia secara terbuka mengungkapkan keprihatinannya tentang potensi bahaya AI yang tidak terkendali. Bahkan, pada tahun lalu, Musk diketahui telah membangun pesaing ChatGPT yang diberi nama X.AI, menunjukkan ketidakpuasan terhadap arah yang diambil oleh OpenAI.

Gugatan Musk menuntut OpenAI untuk kembali mematuhi misi pendiriannya dan melarang komersialisasi teknologi kecerdasan buatan untuk kepentingan direksi atau mitra perusahaan seperti Microsoft. Ia juga meminta pengadilan untuk menyatakan bahwa sistem AI seperti GPT-4 dan model canggih lainnya yang sedang dikembangkan merupakan pelanggaran terhadap perjanjian lisensi.

Selain itu, Musk juga menuntut audit dan potensi ganti rugi atas sumbangan yang diberikannya untuk mendanai penelitian, jika pengadilan menemukan bahwa dana tersebut digunakan untuk keuntungan pribadi.

Gugatan Musk terhadap Altman dan OpenAI menandai konflik yang mendalam dalam visi pengembangan kecerdasan buatan. Sementara Musk menegaskan pentingnya pengembangan teknologi yang bermanfaat bagi umat manusia, Altman dan pihak lain di OpenAI mungkin memiliki pandangan yang berbeda mengenai arah dan tujuan perusahaan.

Pada akhirnya, nasib manusia terkait dengan perkembangan teknologi kecerdasan buatan menjadi pertanyaan yang semakin mendesak untuk dijawab. Dengan keberadaan AI (Artificial Intelligence) yang semakin canggih, perdebatan mengenai etika, tanggung jawab, dan dampak sosialnya akan terus menjadi topik utama dalam dunia teknologi dan masyarakat pada umumnya.


Bagikan artikel ini