FIFA Gunakan AI untuk Tindak Diskriminasi di Piala Dunia Qatar


Media Digital

Ilustrasi media digital

Federasi Sepak Bola Internasional atau Federation Internationale de Football Association (FIFA) dan Federasi Pesepak Bola Profesional (FIFPro) akan menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk mendeteksi dan memblokir penyalahgunaan di media sosial, utamanya diskriminasi pada para pemain di Piala Dunia Qatar 2022 dan sekitarnya.

FIFA dan FIFPro telah bekerja sama untuk meluncurkan layanan moderasi, yang didukung AI untuk memindai istilah ujaran kebencian yang dikenali, serta mencegah pesan yang menyinggung agar tidak terlihat oleh penerima yang dituju dan pengikutnya di media sosial.

Presiden FIFA Gianni Infantino pun menegaskan bahwa tugas federasi adalah melindungi sepak bola, yang dimulai dengan melindungi para pemain dari ujaran kebencian, sebagai pihak utama yang membawa kebahagiaan dalam Piala Dunia.

Pada laporan independen yang dipublikasi FIFA dan FIFPro pada Hari Internasional PBB untuk Melawan Pidato Kebencian, tampak tingkat unggahan diskriminatif di media sosial seputar pertandingan nasional meningkat.

“Sayangnya, ada tren yang berkembang di mana persentase unggahan di saluran media sosial yang ditujukan kepada pemain, pelatih, petugas pertandingan, dan tim itu sendiri tidak dapat diterima, dan bentuk diskriminasi ini tidak memiliki tempat dalam sepak bola,” kata Gianni Infantino dalam keterangan resminya, melansir dari CNBC Indonesia, Senin (20/6/2022).

Gianni kemudian menjelaskan, bahwa dengan Piala Dunia FIFA Qatar 2022 dan Piala Dunia Perempuan FIFA Australia serta Selandia Baru 2023 yang akan datang, FIFA dan FIFPro pun menyadari pentingnya mengambil sikap dan memasukkan apa yang dipantau di media sosial dengan yang sudah dipantau di stadion.

Laporan analisis AI ini sendiri telah melacak lebih dari 400.000 unggahan di platform media sosial selama pertandingan semi final dan final Piala Euro 2020. Laporan mengungkapkan bahwa terdapat lebih dari setengah pemain yang mengalami beberapa bentuk diskriminasi.

Diskriminasi ini sebagian besar berupa pelecehan yang berasal dari negara asal masing-masing pemain, 40% diantaranya homofobia, dan 38% adalah ujaran rasisme. Laporan juga menunjukkan bahwa 90% pemegang akun bertanggung jawab dan dapat diidentifikasi, sehingga tindakan mereka kemudian dapat dilaporkan ke polisi.

“Penyalahgunaan online adalah masalah sosial, dan sebagai sebuah industri kami tidak dapat menerima bahwa bentuk pelecehan dan diskriminasi baru ini mempengaruhi begitu banyak orang, termasuk pemain kami,” kata Presiden FIFPro, David Aganzo.

FIFA dan FIFPro juga akan memberikan dukungan pendidikan dan saran kesehatan mental untuk para pemain selama turnamen besar berlangsung. Hal ini sebagai salah satu inisiatif untuk menindak ujaran kebencian dan diskriminasi bagi para pemain.


Bagikan artikel ini