Konsolidasi Operator Menjadi Solusi untuk Maksimalkan Bisnis IoT


Ilustrasi Internet of Things

Ilustrasi Internet of Things (IoT)

Konsolidasi antar operator telekomunikasi dinilai dapat menjadi solusi untuk memaksimalkan potensi bisnis dari teknologi internet of things (IoT). Hal ini dikarenakan segmen IoT dapat menjadi masa depan untuk industri telekomunikasi global.

Teknologi IoT pun saat ini telah banyak membantu manusia dari hal yang paling sederhana, seperti menggunakan smart watchsmart home, toko online, hingga industri seperti perbankan atau industri manufaktur yang menggunakan robot dalam operasionalnya.

"Melalui konsolidasi, operator telekomunikasi dapat lebih banyak masuk ke industri IoT dan bertransformasi menjadi perusahaan solusi digital untuk mendatangkan pendapatan yang cukup tinggi," kata Teguh Prasetya, Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia (ASIOTI) dalam keterangannya, melansir dari Antara, Senin (13/12/2021).

IoT sendiri merupakan sebuah infrastruktur global bagi masyarakat yang memungkinkan adanya layanan canggih dan dapat terhubung secara fisik dan virtual dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi melalui jaringan internet.

Melalui sebuah diskusi daring bertajuk Masa Depan Industri Telekomunikasi Indonesia yang digelar oleh Indonesia Technology Forum (ITF), Teguh menjelaskan bahwa modal utama untuk mengembangkan IoT, adalah kepemilikan operator telekomunikasi atas frekuensi yang memadai sehingga dapat dikembangkan ke jaringan 4G dan 5G.

Teguh kemudian melanjutkan, bahwa sebenarnya operator telekomunikasi secara umum telah memiliki unit khusus dalam mengembangkan IoT. Namun dalam perkembangannya, konsolidasi bisnis atau merger juga menjadi salah satu solusi meningkatkan potensi bisnis IoT seperti yang dilakukan oleh dua operator di Indonesia, yaitu Indosat Ooredoo dan Hutchison Tri Indonesia belum lama ini.

Memanfaatkan keuntungan dari konsolidasi operator telekomunikasi, Indosat Ooredoo sudah mengantongi keuntungan hingga Rp 3 triliun dari sektor solusi IoT. Sementara Tri pada induk perusahaannya yaitu Hutchinson sendiri justru telah menawarkan berbagai solusi bisnis berbasis IoT dengan pelanggan yang datang dari berbagai belahan dunia.

Maka dengan demikian, konsolidasi Indosat Ooredoo dan Hutchison Tri Indonesia tidak hanya menggabungkan jumlah pelanggan menjadi 104 juta, tetapi juga mengoptimalkan pemanfaatan frekuensi, kualitas layanan, dan infrastruktur lain yang dimilikinya.

Menurut Teguh, kebutuhan pasar IoT di Indonesia cukup besar dan memiliki potensi penetrasi ke berbagai sektor. Sektor tersebut mulai dari industri, manufaktur, kesehatan, agrikultur, retail, hingga ke sektor telekomunikasi dan media.

"Hal ini juga ditunjang dengan kondisi pasar aplikasi dan platform IoT di Indonesia yang terus berkembang. Kebutuhan setiap tahunnya meningkat signifikan dan berpotensi naik hingga 78 persen di tahun 2025," tutur Teguh.

Teknologi IoT sendiri berdasarkan survei dari Deloitte berada di urutan pertama dari empat teknologi industri teratas lainnya, yaitu artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, cloud computing atau komputasi awan, dan big data

Teguh kemudian juga menyampaikan bahwa setidaknya ada tiga aspek yang akan dilakukan oleh operator telekomunikasi untuk mempersiapkan diri di industri IoT. Tiga aspek tersebut antara lain adalah konsolidasi alat produksi seperti BTS dan infrastruktur lain sehingga operator dapat memajukan jaringan dan gateway yang dibutuhkan untuk solusi IoT.

Selanjutnya, adalah solusi dan aplikasi yang sesuai dengan kebutuhan bisnis (korporasi) dan non bisnis (retail) yang menghadirkan beragam pilihan dan pengelolaan perangkat dan terdiri dari manajemen perangkat, sistem keamanan bagi pengguna maupun korporat, kemampuan analitik, dan masih banyak lagi.

"Inilah tulang punggung dari terlaksananya IoT yang dianggap mampu menjadi motor dari transformasi digital di Indonesia," pungkas Teguh.


Bagikan artikel ini