Talenta Cybersecurity Perlu Didorong, Data Pribadi Rawan Dicuri


Ilustrasi Cyber Security

Ilustrasi Cyber Security

Saat ini perkembangan teknologi berlangsung dengan cepat akibat pandemi COVID-19. Namun sayangnya, hal ini kemudian tidak dibarengi dengan literasi digital yang baik oleh masyarakat serta kemampuan pemerintah dan swasta dalam menangkal kemungkinan serangan siber.

Apalagi, serangan siber saat ini tidak hanya bersifat teknis seperti DDoS (Distributed Denial of Service), phishing, malware dan lainnya. Serangan siber saat ini bahkan telah mengarah pada kedaulatan bangsa sehingga bisa mengancam satu negara.

Hasbi Hismanudin, Pakar IT yang juga merupakan IT Security Engineer di PT Netmarks Indonesia menyebut bahwa sangat mudah untuk dapat menemukan serta menembus celah keamanan di beberapa situs milik pemerintah maupun swasta. Hasbi sendiri bahkan bisa dengan mudah meretas situs KPU, Bawaslu, BPOM, dan lainnya ketika baru saja lulus SMA.

“Kondisi saat ini di teknologi dan keamanan siber, Indonesia merupakan negara paling banyak diserang dan sistem keamanan pemerintah masih lemah. Selain itu, SDM di Indonesia mengenai cybersecurity masih sangat sedikit,” ujar Hasbi, melansir dari SindoNews, Rabu (4/8/2021).

Hasbi sendiri menyebut, peretasan yang dilakukannya saat baru lulus SMA tersebut dilakukan hanya dengan modal mempelajari cara melakukan hacking secara otodidak. Maka tentunya menjadi pertanyaan, jika hacking tersebut dilakukan oleh orang yang berpengalaman.

Setelah berhasil melakukan hacking menembus sistem keamanan pemerintah Indonesia pada saat itu, Hasbi pun memperoleh penghargaan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Ia juga memperoleh penghargaan dari Perhimpunan Sarjana Kesehatan Indonesia karena berhasil pula menembus celah keamanan situs mereka.

Bukti lemahnya cybersecurity Indonesia pun tampak dengan adanya laporan peretasan serta kebocoran data pada Asuransi BRI Life. Sebanyak 463.519 file berukuran 252 GB serta database 2 juta nasabah BRI bocor dan laku terjual seharga USD7.000.

Selain itu, sempat merebak pula kasus kebocoran 279 juta data penduduk Indonesia dari BPJS Kesehatan yang dijual dalam forum hacker. Belum termasuk pula kasus lain yang dialami perusahaan swasta seperti Bukalapak dan Tokopedia yang juga berpotensi merugikan negara.

Maka dari itu, Hasbi menuturkan bahwa pemerintah perlu untuk mendorong talenta-talenta baru di sektor cybsersecurity. Terutama di lingkungan pemerintahan dan swasta yang berkaitan dengan data sensitif, keamanan siber yang baik akan diperlukan.

Pemerintah pun juga perlu untuk mendorong serta memperbanyak sumber daya manusia (SDM) dalam keamanan siber untuk mendukung sektor ini. Pasalnya, bila SDM untuk cybsersecurity kurang maka bisa berdampak buruk bagi Indonesia.

“Saat ini SDM kita sangat jauh dari mumpuni. Orang yang ahli keamanan siber masih sangat sedikit untuk bisa memperkuat keamanan siber Indonesia,” tutur Hasbi.

Hasbi pun mendorong anak-anak muda yang tengah belajar mengenai cybsersecurity tidak harus dimulai dengan kursus. Keamanan siber bisa dikuasai dengan giat rajin, dan sering praktik untuk dapat memperoleh pengetahuan yang lebih banyak.


Bagikan artikel ini