Keamanan Data Medis di Tengah Inovasi AI: Siapkah Kita?
- Rita Puspita Sari
- •
- 20 Jun 2025 14.12 WIB

Webminar-Data Protection in the Age of AI: Safeguarding Privacy Preventing Breaches
Di tengah pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI), data telah menjadi aset strategis dalam berbagai sektor, terutama di bidang kesehatan. Namun, di balik peluang yang ditawarkan AI, muncul tantangan besar mengenai perlindungan data pribadi dan keamanan informasi sensitif. Webinar “Data Protection in the Age of AI: Safeguarding Privacy, Preventing Breaches” yang menghadirkan Henriko Samosir, Managing Risk of Data Processing and Breach di Halodoc, menyoroti pentingnya perlindungan data untuk menjaga kepercayaan pengguna dan menghadapi ancaman siber yang kian kompleks.
Pentingnya Perlindungan Data Pribadi di Era AI
Kecerdasan buatan telah mengubah cara organisasi memanfaatkan data, memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat, akurat, dan efisien. Di sektor kesehatan, AI digunakan untuk menganalisis data pasien, memprediksi penyakit, hingga memberikan rekomendasi medis yang personal. Namun, data yang digunakan—terutama data kesehatan—bersifat sangat sensitif. Maka, pelindungan terhadapnya menjadi keharusan.
Menurut Henriko Samosir, menjaga keamanan data pengguna bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi merupakan dasar dari hubungan kepercayaan antara layanan dan pengguna. “Data pengguna kita harus benar-benar dijaga. Jika tidak ada rasa percaya, maka pengguna tidak akan bersedia menggunakan layanan kita,” ujar Henriko dalam webinar tersebut.
Ia menekankan bahwa data sensitif seperti informasi kesehatan merupakan target bernilai tinggi bagi para pelaku kejahatan siber (threat actors). Apalagi, mereka kini semakin canggih dalam melakukan serangan dengan memanfaatkan berbagai teknologi dan celah keamanan.
Ancaman Nyata dan Tantangan Kompleks
Henriko mengingatkan bahwa ancaman pelanggaran data (data breaches) kini tak lagi bersifat konvensional. “Para peretas kini makin canggih, mereka memakai segala cara untuk melancarkan serangan,” tegasnya. Para peretas saat ini menggunakan pendekatan multidimensi untuk mengakses data pribadi, termasuk dengan memanfaatkan AI itu sendiri untuk mencari celah keamanan.
Selain risiko eksternal, tantangan juga muncul dari dalam organisasi sendiri. Kurangnya kesadaran keamanan di tingkat karyawan, tidak adanya sistem kontrol yang memadai, hingga proses pengolahan data yang tidak sesuai regulasi bisa menjadi celah besar dalam keamanan data.
Strategi Menyeluruh dalam Manajemen Keamanan Data
Henriko memaparkan pendekatan menyeluruh yang harus dilakukan untuk memastikan keamanan data. Pendekatan ini berfokus pada pengendalian risiko yang berbasis pada tiga komponen utama: manusia, proses, dan teknologi. Strategi ini dikenal dengan prinsip CIA: Confidentiality (kerahasiaan), Integrity (integritas), dan Availability (ketersediaan).
Beberapa praktik dalam pengelolaan keamanan data mencakup:
- Memahami “Crown Jewel”
Organisasi perlu mengetahui data mana yang paling bernilai dan harus dilindungi dengan tingkat tertinggi. - Penilaian Risiko dan Rencana Mitigasi
Melakukan risk assessment secara berkala dan menyiapkan langkah mitigasi untuk mengurangi dampak risiko. - Kontrol Akses (Least Privilege)
Memberikan akses data hanya kepada individu yang membutuhkannya untuk menjalankan tugas. - Enkripsi dan Desain Jaringan yang Aman
Menggunakan enkripsi untuk melindungi data selama penyimpanan dan transmisi, serta membangun infrastruktur jaringan yang tahan terhadap serangan. - Respons Insiden dan Rencana Pemulihan (BCP/DRP)
Menyusun rencana kontinjensi dan pemulihan bencana agar organisasi tetap berjalan meski terjadi insiden keamanan. - Kesadaran Keamanan (Security Awareness)
Memberikan pelatihan kepada seluruh karyawan agar memahami pentingnya menjaga keamanan informasi. - Penilaian Risiko Pihak Ketiga
Mengevaluasi risiko keamanan dari mitra dan vendor yang terlibat dalam pengolahan data. - Fokus pada Perlindungan Privasi
Selain keamanan data, perlindungan privasi juga menjadi fokus penting dalam ekosistem digital saat ini. Henriko menyampaikan bahwa organisasi harus mengembangkan kontrol privasi yang berbasis risiko, serta memperhatikan regulasi dan kepatuhan hukum.
Praktik terbaik dalam perlindungan privasi meliputi:
- Memahami Data Pribadi yang Dimiliki
Mengidentifikasi data pribadi yang dikumpulkan dan cara pengelolaannya. - Risk Assessment dan Mitigasi Hukum
Melakukan penilaian risiko dengan mempertimbangkan dasar hukum pengolahan data. - Penunjukan Data Protection Officer (DPO)
Menunjuk petugas perlindungan data yang bertanggung jawab memastikan kepatuhan. - ROPA (Record of Processing Activities)
Mencatat aktivitas pengolahan data sebagai bentuk dokumentasi dan transparansi. - DPIA (Data Protection Impact Assessment)
Melakukan analisis dampak privasi untuk aktivitas pengolahan data berskala besar. - Kesadaran Privasi (Privacy Awareness)
Meningkatkan pemahaman staf terhadap pentingnya privasi. - Kesesuaian dengan UU PDP dan Kolaborasi dengan Mitra
Menyesuaikan kebijakan organisasi dengan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) serta menjalin kerja sama dengan mitra dan vendor yang mematuhi regulasi serupa.
5 Kunci Penting yang Harus Diterapkan Organisasi
Sebagai penutup, Henriko menyampaikan lima poin utama (key takeaways) yang harus diperhatikan organisasi dalam melindungi data di era AI:
- Bangun Kerangka Tata Kelola yang Kuat
Governance yang kuat penting untuk mengatur arah dan kebijakan perlindungan data. - Terapkan Kontrol Keamanan Berlapis (Defense in Depth)
Lapisan keamanan dari berbagai sisi memperkecil peluang terjadinya pelanggaran. - Otomatisasi dan Monitoring Secara Berkelanjutan
Mengandalkan sistem otomatis untuk deteksi dini dan pemantauan risiko secara real-time. - Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Melibatkan seluruh karyawan melalui pelatihan dan program kesadaran. - Kepatuhan Hukum dan Privasi by Design
Menjadikan privasi sebagai bagian dari desain sistem, bukan hanya pelengkap setelahnya.
Era AI menghadirkan peluang dan risiko sekaligus. Perlindungan data bukan hanya tugas divisi TI atau hukum, melainkan tanggung jawab bersama seluruh elemen organisasi. Webinar ini menjadi pengingat penting bahwa keamanan dan privasi tidak bisa ditawar. Dengan tata kelola yang kuat, kontrol keamanan yang menyeluruh, dan kesadaran kolektif, risiko kebocoran data dapat ditekan, dan kepercayaan pengguna dapat terus terjaga.