Pemerintah Fokus dalam Pembangunan Infrastruktur Telekomunikasi


Infrastruktur Digital

Ilustrasi Infrastruktur Digital

Pemerintah fokus pada pembangunan infrastruktur telekomunikasi sebab akselerasi di bidang ini sangat penting sebagai prasyarat akselerasi digital. Tugas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tidak mudah karena harus mengurus dari hulu hingga hilir.

Demikian diungkapkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate dalam acara Focus Group Discussion (FGD) "Akselerasi Pembangunan Infrastruktur Digital" bersama pemimpin redaksi 18 media massa di Hotel Ayana, Labuan Bajo, NTT, Minggu (14/8/2022).

"Kini telah terjadi desrupsi teknologi dan akselerasi transformasi digital dan seterusnya, di mana telekomunikasi harus menjadi enablers. Dua masalah besar yakni tidak saja di sektor ICT infrastructure, tetapi juga di enabling-nya. Ini yang harus kerja kolaboratif kita semua,” ujar Johnny dikutip dari Beritasatu.com.

Johnny menjelaskan, tugas Kemenkominfo terkait informatika tidak mudah karena harus mengurus dari hulu hingga sangat hilir. "Hulunya saja terpisah-pisah. Yang kita bicara saat ini adalah infrastruktur hulu atau upstream information and communication technology (ICT) infrastructure yaitu yang dikerjakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti)," ujar Johnny.

Selama ini Bakti Kominfo melayani akses internet, penyediaan base transceiver station (BTS), Palapa Ring, dan satelit multifungsi.

Pembangunan infrastruktur digital, menurut Johnny, juga terus dilakukan di sektor hilir, termasuk melalui pembangunan Pusat Data Nasional (PDN). "Sedangkan infrastruktur hilir, seperti pusat data untuk cloud computing, termasuk pusat data pemerintah," katanya.

Pada kesempatan sebelumnya Menteri Johnny mengungkapkan inefisiensi penggunaan Pusat Data, di mana pemerintah pusat dan daerah saat ini menggunakan sekitar 2.700 Pusat Data. Dari angka itu hanya 3% yang berbasis cloud. Sisanya merupakan server dan ethernet yang bekerja sendiri-sendiri.

Kondisi ini menyulitkan untuk interoperabilitas data guna menghasilkan satu data yang akan menjadi basis implementasi data-driven policy di Indonesia.

Tidak hanya itu, saat ini pemerintah pusat dan daerah menggunakan sekitar 24.400 aplikasi yang berbeda beda. Kondisi ini yang sedang ditata ulang Kemkominfo dengan mengembangkan aplikasi super (super apps) Indonesia yang terintegrasi sehingga mengefisienkan dan memudahkan layanan publik.

Sesuai roadmap Kominfo, secara bertahap 24.400 aplikasi tersebut mulai dilakukan shutdown atau tutup dan berpindah ke aplikasi super.

Pemerintah juga merencanakan membangun empat Pusat Data Nasional (PDN) berbasis cloud, yakni di Jakarta, Batam, Labuan Bajo, dan di Ibu Kota Negara baru Nusantara.

“Kalau ini tidak ada semuanya, babak belur semua. Begitu kita sebut cloud computing data, kita bicara cross border data. To be honest, itu pertarungan geostrategis antara negara produsen dan negara konsumen. Kita sebetulnya jembatan negara konsumen,” jelas Johnny.

Lebih lanjut Johnny mengatakan, tugas Bakti Kominfo juga bukan semata-mata urusan infrastruktur. Sebab tower BTS yang dibangun secara masif masih perlu diaktifkan, dengan memberikan spektrum kepada operator seluler untuk menghidupkan sinyal. Selanjutnya, terdapat tantangan intervensi sinyal antara sistem milik Bakti Kominfo dan operator seluler.

“Operator seluler membangun bagaimana, ada hitung-hitungannya, sama seperti spektrum frekuensi diberikan kepada mereka dengan tugas membangun infrastruktur telekomunikasi nasional seluruh indonesia,” tegas Johnny.

Johnny juga menambahkan, tantangan pembangunan infrastruktur telekomunikasi tidak terbatas pada pilihan teknologi dan bauran pembiayaan yang harus disiapkan, tetapi medan yang harus dihadapi mitra Kemenkominfo juga tergolong berat. Produksi infrastrukturnya bisa sama, namun instalasinya rumit. Akibat tuntutan akselerasi, banyak pekerjaan pembangunan infrastruktur daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) yang seharusnya dikerjakan beberapa tahun, dibangun dalam setahun.

“Itu masalah. Mohon dipahami ini pekerjaan tahun jamak, instalasinya sangat sulit. Tetapi karena tuntutan, dicoba sedapat mungkin dibangun dalam tahun tunggal, produksi selesai walau dengan masalah disrupsi rantai pasok,” ungkap Johnny.

Disrupsi rantai pasok yang ia maksud, antara lain kelangkaan chip di dunia hingga distribusi satelit yang kerap harus melewati jalur darat dan memakan waktu lebih lama. Selain itu, tantangan penentuan titik pembangunan menara BTS yang harus mampu mencakup area kebutuhan sinyal masyarakat. Hal ini sangat berhubungan dengan rencana pembangunan dan pengembangan desa, kecamatan, hingga kabupaten.

Johnny menyampaikan, banyak terjadi saat negosiasi lahan, sulit sekali mengurus karena diberikan tempat yang jauh dari coverage ideal. Alhasil, penyesuaian coverage sinyal dengan perencanaan daerah memakan waktu lama. Hal ini perlu koordinasi dengan pemerintah daerah agar sekali dibangun dapat langsung menjadi sentra pembangunan dan pengembangan daerah.

“Jangan sampai kita bangun BTS, tetapi rumah sakit, sekolah, kantor pemerintah dibangun di tempat yang lain sama sekali, lalu blind spot lagi,” tandasnya.


Bagikan artikel ini