Pemerintah Gandeng Qoala dan Kata.ai Dalam Strategi Nasional AI


Ilustrasi Artificial Intelligence

Ilustrasi Artificial Intelligence

Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) meruapakan salah satu teknologi di era modern yang dikembangkan negara-negara maju. Teknologi AI berkembang pesat di masyarakat serta diaplikasikan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, mulai dari pendidikan, hiburan, hingga kesehatan.

Dalam peringatan HUT RI ke-75, pemerintah menghadirkan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial. Kemenristek BRIN bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang menyusun strategi nasional ini. Selain itu, pemerintah juga berkolaborasi dengan empat perusahaan rintisan Tanah Air yang bergerak di bidang pengembangan teknologi AI, dalam perumusan strategi nasional ini. Salah satu perusahaan rintisan tersebut yakni Kata.ai, yakni pengembang teknologi natural language processing (NLP) dan penyedia layanan chatbot di Indonesia.

CEO dan Co-Founder Kata.ai, Irzan Raditya mengungkapkan bahwa Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial dapat membantu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang unggul di Indonesia. Pembangunan strategi nasional ini direncanakan sampai tahun 2045.

"Kata.ai jadi bagian dari yang merumuskan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial, yang merupakan kolaborasi antara pemerintah, industri, akademik dan komunitas. Satu rumusan yang didasarkan pada konsep Quadruple Helix, terbagi untuk sektor publik dan sektor industri unggulan nasional," ujar Irzan pada diskusi live instagram bertajuk Help Conversations Turned Into Conversions, Selasa (11/8/2020).

Sementara VP Marketing Qoala, Cliff Sutantijo mengatakan bahwa keikutsertaan Kata.ai dalam penyusunan strategi nasional ini diharapkan sebagai landasan untuk mengimbangi negara lain yang selangkah lebih maju dalam pengembangan teknologi AI. Cliff pun berharap dengan adanya teknologi AI dapat membuat persepsi masyarakat tentang industri asuransi menjadi lebih baik.

"Di negara lain, AI sudah diaplikasikan lebih dulu di dunia asuransi dan lebih canggih. Contohnya, untuk asuransi kesehatan, premi didasarkan pada riwayat kesehatan. Nah, negara lain punya AI berupa facial recognition (pengenalan wajah) yang bisa mengetahui level merokok seseorang. Semakin tinggi level kebiasaan merokoknya, premi asuransi kesehatannya semakin besar," ungkap Cliff.

Cliff mengatakan bahwa Qoala juga sudah mengaplikasikan teknologi AI dalam memberikan pelayan pada proses klaim asuransi smartphone. Pelayanannya, apabila smartphone mengalami kerusakan, maka pelanggan hanya perlu mengirimkan video kondisi smartphone tersebut. Setelah itu, sistem yang berbasis teknologi AI akan mengidentifikasi video tersebut dan beberapa menit kemudian akan keluar hasil dari identifikasi tersebut, apakah smartphone rusak dan dapat diklaim.

"Khusus untuk dunia insurtech, kami berharap AI bisa mengubah persepsi orang bahwa asuransi itu penting untuk melindungi kita dari hal yang tidak diinginkan. Saya optimis Indonesia akan mengadopsi AI secara matang dan bisa diterima seluruh masyarakat," jelas Cliff.

Sementara Irzan menilai Indonesia sebaiknya melakukan pengaplikasian teknologi AI pada sektor industri terlebih dahulu. Dengan begitu Indonesia dapat memiliki daya saing dalam menyelesaikan masalah dengan mengaplikasikan teknologi AI di berbagai sektor industri, salah satunya insurtech.

"Penting untuk percaya diri menghadapi pasar supaya masyarakat bisa tahu bahwa AI berguna dan bermanfaat. AI juga akan memberikan nilai ke dunia insurtech, tidak hanya sebatas transaksional. AI bisa memberikan end-to-end customer experience, memberikan pengalaman yang menyenangkan mulai dari ketika seseorang membeli polis asuransi sampai nanti merasakan benefit dari asuransi tersebut," jelas Irzan.

Diskusi tersebut digelar secara online lewat live instagram oleh Qoala dan dibawakan oleh Cliff beberapa waktu lalu. Dalam diskusi tersebut yang menjadi narasumber yaitu CEO dan Co-Fonder dari Kata.ai, Irzan Raditya.


Bagikan artikel ini