ChatGPT Dikenal, namun Penggunaannya Ternyata Masih Terbatas


Logo ChatGPT

Logo ChatGPT

ChatGPT, sebagai salah satu layanan AI generatif yang diluncurkan pada tahun 2022, segera menarik perhatian publik berkat kemampuannya dalam menjawab beragam pertanyaan kompleks. Seiring perkembangan teknologi, banyak layanan serupa telah diperkenalkan, termasuk Gemini dari Google, chatbot Copilot milik Microsoft, serta AI Grok yang dikembangkan oleh Elon Musk.

Semua ini menunjukkan bahwa teknologi berbasis AI semakin mendominasi perhatian masyarakat. Namun, studi terkini dari Institut Reuters di Universitas Oxford mengejutkan banyak pihak dengan mengungkapkan bahwa chatbot yang didukung AI, seperti ChatGPT, Copilot, dan Gemini, ternyata tidak sepopuler yang dibayangkan. Penelitian ini melibatkan sekitar 12.217 responden dari berbagai negara, termasuk Argentina, Denmark, Prancis, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat, untuk memahami pola penggunaan AI generatif di kalangan pengguna

Data dalam studi ini diperoleh melalui kuesioner online yang disebarkan oleh YouGov, sebuah perusahaan riset dan analisis data internasional. Pengumpulan data dilakukan antara 28 Maret dan 30 April 2024, melibatkan partisipan dari enam negara yang telah disebutkan sebelumnya

Hasil studi ini menunjukkan bahwa ChatGPT adalah chatbot yang paling dikenal, dengan sekitar 50 persen responden mengaku pernah mendengar tentangnya. Namun, sekitar 20 hingga 30 persen responden, atau hampir sepertiga dari total sampel, ternyata belum pernah mendengar tentang alat-alat AI yang paling populer saat ini, termasuk di dalamnya Gemini, Copilot, Grok, dan My AI

Meskipun terdapat banyak perbincangan, kebijakan, dan liputan media yang meramaikan isu AI dalam hampir dua tahun terakhir, menurut para peneliti dalam studi yang dipublikasikan pada 28 Mei 2024, penggunaannya ternyata masih terbatas. Studi tersebut menunjukkan bahwa ChatGPT menduduki posisi sebagai chatbot yang paling banyak digunakan, dengan frekuensi penggunaan dua hingga tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan chatbot lain di enam negara yang diteliti. Namun, meskipun popularitas ChatGPT cukup tinggi, angka penggunaannya terbilang rendah.

Di Jepang, hanya 1 persen responden yang melaporkan penggunaan rutin chatbot tersebut setiap hari. Di Perancis dan Inggris, angka ini sedikit lebih tinggi, yaitu 2 persen. Sebagian besar pengguna aktif harian ditemukan di Amerika Serikat, tetapi tetap dalam jumlah yang relatif kecil, hanya 7 persen. Dengan demikian, meskipun ChatGPT dikenal luas, penggunaannya tetap jarang di kalangan responden dalam penelitian ini

Kebanyakan responden yang menggunakan ChatGPT mengungkapkan bahwa mereka memanfaatkan teknologi ini untuk mengakses informasi, membuat konten, atau sekadar bereksperimen dengan kemampuannya

Di antara negara-negara yang diteliti, sebagian besar responden cenderung lebih banyak menggunakan AI generatif dalam konteks pribadi, dibandingkan di lingkungan kerja atau sekolah, kecuali di Argentina

Studi yang dilakukan oleh Institut Reuters menunjukkan bahwa penggunaan AI di kalangan profesional berpotensi meningkat dan akan merambah ke kehidupan pribadi masyarakat, meskipun hal ini bergantung pada bagaimana penyedia layanan AI meyakinkan pengguna

“Jika vendor produk AI berhasil menarik perhatian banyak perusahaan dan organisasi tentang efisiensi serta peluang baru yang ditawarkan,” tulis studi tersebut

Terdapat juga kecenderungan penggunaan yang lebih tinggi di kalangan generasi muda. Studi ini mencatat bahwa ChatGPT lebih banyak digunakan oleh pria dibandingkan wanita, serta oleh individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Dari enam negara yang diteliti, sebanyak 56 persen pengguna berusia 18–24 tahun telah mencoba ChatGPT, sementara hanya 16 persen dari mereka yang berusia 55 tahun ke atas yang pernah menggunakannya setidaknya sekali

“Seperti halnya penelitian berbasis survei lainnya, kami sangat bergantung pada pemahaman dan ingatan masing-masing responden,” ungkap studi yang ditulis oleh Dr. Richard Fletcher dan Prof. Rasmus Kleis Nielsen tersebut

“Hal ini berarti bahwa banyak jawaban yang diberikan akan bergantung pada persepsi umum tentang arti dari AI. Ketika berbicara mengenai AI generatif, orang-orang cenderung merespons berdasarkan pengalaman mereka dengan produk yang jelas dipasarkan sebagai produk AI generatif, contohnya seperti ChatGPT.”

Studi tersebut juga menyoroti bahwa sebagian besar responden mungkin tidak akan mempertimbangkan situasi di mana mereka pernah berinteraksi dengan fitur-fitur yang sebenarnya menggunakan AI generatif, tetapi tidak begitu terlihat. Fenomena ini dikenal sebagai “invisible AI.”

Seperti yang dihimpun KompasTekno dari Reuters Institute pada Kamis, 30 Mei 2024, para peneliti juga menyadari bahwa data yang diperoleh merefleksikan opini publik yang mungkin berubah. Nanti mungkin saja penggunaan AI generatif akan semakin meluas

Bagikan artikel ini

Komentar ()

Berlangganan

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru.

Video Terkait