Permintaan IoT Meningkat, Konsolidasi Operator Semakin Optimal


Internet Of Things

Ilustrasi Internet Of Things

Kehidupan masyarakat saat ini sangat terbantu oleh kehadiran teknologi internet of things (IoT). Mulai dari hal sederhana seperti smart watch, toko online, smart home, hingga perbankan maupun industri manufaktur yang kini telah memanfaatkan robot.

IoT sendiri merupakan sebuah infrastruktur global yang memungkinkan masyarakat untuk menggunakan layanan canggih yang dapat terhubung secara fisik maupun virtual dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. IoT pun dapat menghubungkan berbagai perangkat dan sistem melalui jaringan internet.

Berkaitan dengan ketersediaan internet yang berkaitan dengan IoT, saat ini banyak operator telekomunikasi yang kemudian berlomba-lomba untuk memberikan layanan data tercepat dengan tarif yang terjangkau bagi masyarakat.

Konsolidasi bisnis merupakan salah satu solusi untuk memberikan harga yang terjangkau bagi pelanggan sekaligus tetap meraih keuntungan. Konsolidasi operator seluler di Indonesia salah satunya dilakukan oleh Indosat Ooredoo dan Hutchison Tri Indonesia belum lama ini.

Konsolidasi antara Indosat Ooredoo dan Hutchison Tri Indonesia kemudian tidak hanya menggabungkan jumlah pelanggan menjadi lebih dari 104 juta orang, tetapi juga mengoptimalkan pemanfaatan frekuensi, kualitas layanan, hingga infrastruktur lainnya yang dimiliki.

Teguh Prasetya, Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia (ASIOTI) mengatakan bahwa aksi merger atau penggabungan sendiri belum bisa mendatangkan keuntungan yang cukup bagi pihak operator telekomunikasi. Teguh menjelaskan bahwa operator dapat masuk lebih banyak ke dalam industri IoT dan melakukan transformasi menjadi perusahaan solusi digital untuk mendapatkan pendapatan tinggi.

“Sepertinya rekan-rekan operator sudah punya unit khusus yang mengembangkan IoT. Modal utama berupa frekuensi sudah ada, sehingga siap untuk dikembangkan dari jaringan 4G ke 5G. Selanjutnya, bisa menyediakan solusi platform yang menyasar industri-industri tertentu. Peluang ini cukup terbuka lebar celahnya,” ujar Teguh dalam sebuah diskusi daring, Rabu (3/11/2021).

Pada acara diskusi bertajuk ‘Masa Depan Industri Telekomunikasi Indonesia’ yang digelar oleh Indonesia Technology Forum (ITF) tersebut, Teguh juga menjelaskan bahwa Indosat Ooredoo saja sebenarnya sudah memperoleh pendapatan dari sektor solusi IoT, dengan pencapaian sekitar Rp 3 triliun. Sementara Tri sendiri sudah menawarkan banyak sekali solusi bisnis berbasis IoT.

Kebutuhan pasar IoT di Indonesia sendiri cukup besar dan dapat melakukan penetrasi ke berbagai sektor industri, seperti manufaktur, kesehatan, agrikultur, retail, sektor publik, dan masih banyak lagi. Termasuk pula pada sektor telekomunikasi dan media.

IoT pun menempati posisi pertama dari empat industri teknologi teratas selain artificial intelligence (AI), infrastruktur cloud computing, dan big data yang memberi dampak berdasarkan survei yang dilakukan oleh Deloitte.

Selain itu, industri IoT pun tidak terpengaruh oleh keadaan pandemi yang saat ini masih berlangsung. Melihat potensi dan perkembangannya yang cemerlang ke depan, dapat dikatakan bahwa IoT memiliki peluang yang tinggi sebagai pemasok pendapatan bagi operator.

Sementara Teguh mengungkapkan bahwa pada tahun 2019 lalu, baru ada sekitar 1,5 juta rumah di Indonesia yang berstatus smart home. Pasca pandemi, jumlah rumah dengan status ini pun mengalami peningkatan hingga 6,5 juta rumah. Teguh mengatakan bahwa ini menunjukkan potensi IoT di rumah-rumah cukup besar, sedikitnya masih ada b60 juta rumah lagi yang memiliki potensi.

Teguh kemudian berpendapat bahwa pasca-merger akan memudahkan operator untuk berbenah. Paling tidak, ada tiga aspek yang akan dilakukan oleh operator konsolidasi untuk bersiap dalam industri IoT. pertama, adalah konsolidasi alat produksi. Kedua, optimalisasi solusi dan aplikasi yang sesuai kebutuhan bisnis. Terakhir adalah pengelolaan platform.

“Beberapa hal ini lah tulang punggung dari terlaksananya IoT yang dianggap mampu menjadi motor dari transformasi digital di Indonesia,” pungkas Teguh.


Bagikan artikel ini