Pesaing Fintech Muncul, Neo Bank Prediksi Sebagai Masa Depan Bank


ilustrasi audit

Ilustrasi audit

Kemunculan Neo Bank alias Bank Digital siap menyaingi bisnis dan pasar perusahaan keuangan berbasis teknologi (fintech). Ekonomi INDEF, Aviliani menyebut Neo bank menawarkan berbagai layanan keuangan bank, mulai dari pembayaran hingga pinjam meminjam, namun layanan tersebut dilakukan serba digital tanpa perlu ke kantor cabang.

Aviliani mengungkapkan neo bank di masa depan dapat menyaingi fintech dikarenakan kelebihan yang dimiliki neo bank. Dilansir dari cnnindonesia.com, neo bank tidak hanya bisa memberikan layanan pembayaran saja atau pinjam meminjam saja seperti fintech, melainkan dapat dilakukan keduanya sekaligus layaknya bank tradisional.

“Fintech itu tanpa kerja sama dengan bank tidak akan mudah, terlihat fintech ini meski banyak sekarang, tapi mereka tidak bisa cepat besar. Mereka belum punya ekosistem yang cukup untuk menutup biaya operasional. Dananya pun masih dari bank karena tidak bisa himpun dana dari tabungan, tapi dari investor,” ucap Aviliani dalam diskusi virtual, Selasa (17/11).

Proses dan layanannya dilakukan secara digital yang mudah, cepat, dan praktis seperti keunggulan fintech dari bank tradisional. Selain itu, neo bank sangat bisa menyaingi fintech karena unggul dalam penghimpunan dana, sementara hal ini tidak dimiliki fintech.

Aviliani menilai persiapan menuju neo bank ini harus segera dilakukan karena sejumlah survei menyatakan potensi neo bank akan sangat pesat dalam beberapa tahun ke depan. Bila Indonesia tidak bisa memenuhi kehadirannya maka neo bank asing yang ditakutkan akan mendominasi pasar.

Potensi neo bank ini tercermin dari hasil survei bertajuk Fintech and Digital Banking 2025 Asia Pacific yang dijadikan sebagai referensi. Survei dilakukan oleh lembaga tradisional yang menyatakan bahwa 44 persen dari total 250 bank teratas yang ada di Asia Pasifik bakal menyelesaikan trasnformasi connected core pada 2025. Transformasi ini berupa modernisasi berbasis platform dan komponen untuk layanan transaksi.

Bahkan, menurut survei 48 persen bank di Asia Pasifik diprediksi mengganti layanan mereka dari menusia menjadi kecerdasan buatan (Artifcial Intelligence) alias robot pada 2025, khususnya untuk keputusan berbasis data.

Hal ini membuat 63 persen nasabah bank di Asia Pasifik bisa mengadopsi layanan bank secara digital pada 2025 dan nasabah akan bersedia beralih ke neo bank yaitu bank digital tanpa kantor cabang.  

Sementara Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute, Agus Sugiarto menjelaskan neo bank mulanya berkembang di luar negeri. Beberapa negara sudah mengimplementasikan bisnis bank digital tanpa kantor cabang ini. Misalnya, Singapura, China, Australia, Inggris, dan masih banyak lagi.

Namun, hal itu bukan berarti neo bank ke depan tidak akan memiliki aturan yang lebih rinci. OJK selaku regulator mengaku siap membantu aturannya dan diperlukan kajian yang lebih mendalam mengenai neo bank.


Bagikan artikel ini