Apa Itu Quantum Biology? Revolusi Sains di Balik Kehidupan Modern
- Rita Puspita Sari
- •
- 10 Jul 2025 20.01 WIB

Ilustrasi Quantum Biology Lab
Di era ketika teknologi kuantum dan ilmu biologi terus berkembang secara eksponensial, sebuah cabang ilmu yang masih tergolong baru mulai menarik perhatian dunia: Quantum biology. Meskipun terdengar seperti dua disiplin yang sangat berbeda—fisika kuantum yang misterius dan biologi yang organik—quantum biology justru membuka peluang besar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang kehidupan dan alam semesta, sekaligus menawarkan solusi baru bagi teknologi masa depan dan dunia medis.
Salah satu pionir dalam bidang ini adalah Dr. Philip Kurian, pendiri Quantum Biology Lab di Universitas Howard. Selama lebih dari satu dekade, Kurian dan timnya telah membuktikan bahwa sistem biologis tidak hanya tunduk pada hukum-hukum kuantum, tetapi mungkin telah menguasainya jauh sebelum manusia menciptakan komputer kuantum pertama.
Artikel ini akan mengupas secara mendalam bagaimana Quantum biology bekerja, bagaimana riset Kurian membawa terobosan, serta apa saja potensi aplikasinya di masa depan dari desain komputer biologis hingga terapi penyakit neurodegeneratif.
Apa Itu Quantum Biology?
Quantum biology adalah studi tentang bagaimana prinsip-prinsip mekanika kuantum—seperti superposisi, keterikatan (entanglement), dan tunneling—berperan dalam proses biologis. Dalam fisika, efek kuantum biasanya hanya muncul pada skala subatomik dan dalam kondisi ekstrem seperti suhu mendekati nol mutlak. Namun, para peneliti kini menemukan bahwa fenomena ini juga mungkin terjadi di dalam tubuh manusia dan organisme hidup lainnya, dalam kondisi suhu ruang dan lingkungan alami.
Hal ini mengubah cara pandang ilmuwan terhadap biologi: jika kehidupan memanfaatkan hukum kuantum secara aktif, maka sistem biologis bisa jauh lebih kompleks dan efisien daripada yang selama ini kita pahami.
Mendirikan Quantum Biology Lab: Jembatan antara Dua Dunia
Pada tahun 2015, Kurian mendirikan Quantum Biology Lab di Universitas Howard dengan satu tujuan ambisius: menjembatani ilmu fisika dan biologi. Apa yang awalnya hanya berupa teori kini mulai menghasilkan bukti eksperimental yang kuat.
Salah satu pencapaian penting tim ini adalah mengamati fenomena single-photon superradiance dalam kondisi biologis normal. Superradiance adalah kondisi ketika molekul memancarkan cahaya secara kolektif dan serentak, menghasilkan energi yang lebih kuat dan cepat dibanding satu molekul saja. Biasanya, efek ini hanya diamati dalam laboratorium dengan suhu sangat rendah. Namun, Kurian membuktikan bahwa fenomena ini juga terjadi di dalam serat protein yang hidup.
“Yang membuat temuan ini luar biasa,” ujar Kurian, “adalah bahwa sistem biologis ternyata membentuk struktur hierarkis dan simetris yang justru memperkuat efek kuantum, bukan mengacaukannya.”
Mengubah Cara Kita Memahami Kehidupan
Tradisionalnya, protein individu dianggap terlalu tidak stabil atau “berisik” untuk menunjukkan efek kuantum. Namun Kurian membalik asumsi ini. Ia menunjukkan bahwa struktur simetris dalam filamen protein atau agregat bisa melindungi efek kuantum dari gangguan termal.
Hasil penelitian ini dipublikasikan pada tahun 2024 di The Journal of Physical Chemistry, dan direncanakan akan diperluas melalui eksperimen tambahan. Jika terbukti, maka ini adalah revolusi besar: bahwa kehidupan itu sendiri dibangun di atas prinsip-prinsip kuantum.
Metode Penelitian yang Lebih Terjangkau dan Inklusif
Salah satu hal yang membuat riset Kurian dan timnya di Quantum Biology Lab sangat menarik adalah pendekatannya yang tidak memerlukan teknologi mahal atau infrastruktur laboratorium yang canggih. Alih-alih menggunakan alat eksperimental eksklusif yang hanya tersedia di pusat-pusat riset elite, mereka menerapkan metode fluorescence quantum yield, yaitu teknik untuk mengukur efisiensi cahaya fluoresen yang dipancarkan oleh molekul setelah menyerap foton.
Metode ini sudah umum digunakan di banyak laboratorium biologi molekuler di seluruh dunia, bahkan di institusi dengan anggaran terbatas. Ini berarti, peneliti di negara berkembang atau universitas kecil sekalipun bisa ikut berkontribusi dalam studi biologi kuantum, tanpa harus bergantung pada peralatan berbiaya jutaan dolar.
Lebih dari sekadar penghematan biaya, pendekatan ini juga mendorong desentralisasi sains. Dengan membuka akses ke penelitian mutakhir, ilmu pengetahuan menjadi lebih demokratis dan kolaboratif. Para ilmuwan dari berbagai latar belakang dan wilayah kini dapat mereplikasi, memverifikasi, atau bahkan memperluas eksperimen ini sesuai konteks lokal mereka.
Dengan cara ini, quantum biology tidak lagi menjadi ranah eksklusif ilmuwan fisika dari institusi elite, melainkan dapat berkembang menjadi bidang multidisiplin global yang inklusif, kolaboratif, dan berpotensi menjawab tantangan besar umat manusia.
Dari Biologi Menuju Komputasi Kuantum
Temuan Kurian juga membuka cakrawala baru di dunia komputasi kuantum, terutama melalui inspirasi dari makhluk hidup yang tampaknya sederhana namun sangat cerdas: Physarum polycephalum. Ini adalah sejenis organisme lendir bersel tunggal yang hidup tanpa sistem saraf atau otak, tetapi memiliki kemampuan luar biasa untuk menyelesaikan masalah kompleks.
Salah satu contoh paling menakjubkan adalah bagaimana organisme ini dapat memecahkan travelling salesman problem (TSP)—suatu tantangan matematis yang sangat sulit, di mana seseorang harus menemukan rute paling efisien untuk mengunjungi serangkaian lokasi tanpa mengunjungi tempat yang sama dua kali. TSP sering digunakan untuk menguji kemampuan algoritma dalam komputasi, karena kompleksitasnya meningkat secara eksponensial dengan jumlah lokasi yang ditambahkan.
Physarum polycephalum mampu menyelesaikan versi masalah ini dengan efisiensi mengejutkan, hanya dengan memperluas tubuhnya dan menarik kembali bagian yang tidak efisien. Hal ini membuat para ilmuwan bertanya-tanya: bagaimana mungkin makhluk tanpa otak dapat menyelesaikan tugas sekompleks ini dengan begitu cepat?
Kurian dan tim menduga bahwa jawabannya bisa terletak pada mekanisme kuantum yang tersembunyi di dalam proses biologis organisme tersebut. Meskipun saat ini riset masih berfokus pada osilasi makroskopik (gerakan ritmis berskala besar), ada kemungkinan bahwa proses berpikir "alami" organisme ini didasarkan pada dinamika kuantum, seperti keterikatan antar bagian sel atau superposisi jalur gerak.
Pernyataan Kurian yang mencuat dari temuan ini sangat memancing pemikiran:
“Pertanyaannya sekarang adalah: apakah organisme hidup benar-benar memanfaatkan hukum-hukum kuantum untuk berpikir dan memecahkan masalah?”
Jika dugaan ini terbukti, maka kita akan berada di ambang perubahan besar dalam cara kita memahami intelejensi alami, dan bahkan membangun mesin berpikir masa depan. Komputer berbasis biologi yang meniru mekanisme organisme seperti Physarum bisa menjadi alternatif revolusioner untuk menggantikan sistem komputasi kuantum konvensional yang masih sangat bergantung pada kondisi ekstrem seperti suhu ultra-rendah.
Merancang Mesin Masa Depan dari Hukum Alam
Kurian percaya bahwa daripada memaksa komputer kuantum bekerja dalam kondisi superdingin dan isolasi penuh, ilmuwan sebaiknya belajar dari alam—dari bagaimana sistem biologis menjaga kestabilan efek kuantum meskipun dalam kondisi ‘berisik’.
Bayangkan komputer masa depan yang dirancang bukan berdasarkan logika silikon, tetapi berbasis protein dan molekul biologis yang lebih efisien dan tahan gangguan. Ini bisa menjadi jawaban dari tantangan besar dalam pengembangan perangkat kuantum modern.
Terobosan di Dunia Medis: Alzheimer dan Superradiance
Tak hanya dalam teknologi, Quantum biology juga membuka potensi baru dalam pengobatan penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer.
Dalam studi tahun 2024 yang diterbitkan di Frontiers in Physics, Kurian mengamati bahwa fibril amiloid—struktur yang selama ini dianggap penyebab Alzheimer—sebenarnya mungkin melindungi sel saraf dari kerusakan.
Bagaimana bisa? Timnya memprediksi bahwa fibril ini menunjukkan fenomena superradiance, yang memungkinkan mereka menyerap dan mengalihkan foton ultraviolet berbahaya yang dihasilkan oleh stres oksidatif.
Jika benar, ini akan mengguncang paradigma pengobatan Alzheimer. Banyak terapi yang selama ini bertujuan menghilangkan amiloid bisa jadi justru memperburuk keadaan.
Tantangan dalam Komunitas Ilmiah
Meski menjanjikan, Quantum biology masih menghadapi resistensi dari komunitas ilmiah arus utama. Fisikawan sering menganggap biologi terlalu kompleks, sementara ahli biologi menganggap kuantum terlalu abstrak dan jauh dari skala mereka.
Menurut Kurian, tantangan ini lebih bersifat komunikasi. Dalam penelitian lintas disiplin, kesenjangan istilah, metode, dan cara berpikir seringkali lebih besar daripada tantangan ilmiahnya sendiri.
“Kita harus menjembatani skala panjang, waktu, dan energi,” kata Kurian. “Inovasi lahir ketika fisikawan, ahli biologi, dan ilmuwan data benar-benar berpikir bersama, bukan sekadar bekerja sama.”
Menuju Masa Depan Terintegrasi: CEQuAL
Untuk menjawab tantangan ini, Kurian dan timnya menggagas pembentukan pusat riset nasional bernama CEQuAL (Center for Exploring Quantum Aspects of Life), bekerja sama dengan Universitas Howard, Universitas Arizona, Google Quantum AI, dan beberapa institusi ternama lainnya.
CEQuAL akan menjadi rumah bagi generasi ilmuwan baru yang mahir di berbagai bidang: teori kuantum, sistem biologis, pemodelan komputasi, hingga spektroskopi. Harapannya, pusat ini bisa mempercepat revolusi lintas-disiplin dan membuka jalan bagi inovasi teknologi serta pemahaman baru tentang kehidupan.
Kesimpulan:
Quantum biology adalah salah satu bidang paling menakjubkan dan potensial dalam sains modern. Dengan membuktikan bahwa kehidupan mungkin secara aktif memanfaatkan hukum kuantum, Kurian dan timnya membuka pintu menuju masa depan yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya.
Dari komputer biologis yang meniru organisme lendir, hingga terapi Alzheimer yang didasarkan pada pemahaman kuantum, potensi yang dihadirkan sangat luas. Namun, seperti semua ilmu baru, tantangannya bukan hanya teknis melainkan juga budaya dan komunikasi antar-disiplin.
Dengan inisiatif seperti CEQuAL, masa depan yang terintegrasi antara fisika, biologi, dan teknologi kuantum bukan lagi sekadar impian. Ia sedang dibangun hari ini.