Generative Pre-trained Transformer dan Cara Kerjanya
- Mutiara Aisyah
- •
- 24 Apr 2025 22.38 WIB

Ilustrasi GPT
Kecerdasan buatan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, dari sistem rekomendasi di e-commerce hingga chatbot layanan pelanggan yang tersedia 24 jam. Namun, satu terobosan teknologi telah menjadi penggerak utama di balik kemajuan luar biasa ini, yaitu model Generative Pre-trained Transformer atau yang lebih dikenal dengan singkatan GPT. Dalam tulisan ini, kita akan mengupas lebih dalam tentang GPT, mulai dari fondasi teoritisnya, proses pelatihannya, aplikasi nyata di berbagai bidang, hingga implikasi etis dan masa depannya sebagai teknologi transformatif.
Apa Itu GPT?
Generative Pre-trained Transformer adalah sebuah model kecerdasan buatan yang dirancang untuk memahami, menghasilkan, dan memanipulasi bahasa manusia dengan tingkat kecanggihan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Model ini dikembangkan oleh OpenAI dan merupakan bagian dari kategori teknologi yang dikenal sebagai natural language processing (NLP). Seperti namanya, GPT memiliki tiga karakteristik utama: generatif, terlatih sebelumnya, dan berbasis arsitektur transformer.
Istilah "generative" mengacu pada kemampuan model ini untuk menghasilkan teks secara mandiri. Artinya, GPT tidak hanya mampu menganalisis dan memahami bahasa, tetapi juga bisa menulis paragraf, menjawab pertanyaan, membuat ringkasan, bahkan menulis puisi atau kode pemrograman. Sementara itu, "pre-trained" berarti bahwa sebelum digunakan untuk tugas spesifik, model ini telah dilatih menggunakan sejumlah besar data teks dari berbagai sumber. Proses pelatihan awal ini memungkinkan GPT menguasai struktur dan pola bahasa secara umum. Sedangkan "transformer" adalah jenis arsitektur jaringan saraf yang mendasari cara kerja model ini.
Evolusi GPT dari Versi ke Versi
Sejak peluncuran pertamanya, GPT telah mengalami perkembangan signifikan dalam hal ukuran, kemampuan, dan keakuratan. GPT pertama kali diperkenalkan pada tahun 2018 oleh OpenAI dengan model GPT-1, yang memiliki sekitar 117 juta parameter. Parameter dalam konteks ini merujuk pada bobot dalam jaringan saraf yang belajar selama proses pelatihan. Meskipun jumlah ini tampak besar, GPT-1 masih cukup terbatas dalam kemampuannya.
GPT-2 diluncurkan pada tahun 2019 dengan 1,5 miliar parameter dan menciptakan kehebohan karena kemampuannya dalam menghasilkan teks yang sangat mirip dengan tulisan manusia. Bahkan, OpenAI sempat menunda perilisan penuh GPT-2 karena kekhawatiran akan penyalahgunaan teknologi ini.
Kemudian, GPT-3 hadir pada tahun 2020 dengan lompatan besar menjadi 175 miliar parameter. Ini menjadikannya model bahasa terbesar pada masanya, dengan kemampuan luar biasa dalam menjawab pertanyaan, menulis esai, menerjemahkan bahasa, dan melakukan berbagai tugas berbasis teks lainnya tanpa perlu pelatihan ulang.
GPT-4, sebagai iterasi berikutnya, menambahkan dimensi baru berupa multimodalitas. Artinya, model ini tidak hanya memahami teks, tetapi juga bisa memproses dan menghasilkan informasi dari input dalam bentuk gambar atau bahkan audio, tergantung konfigurasi. Dengan peningkatan pemahaman konteks, presisi jawaban, serta kemampuan reasoning yang lebih dalam, GPT-4 menjadi representasi dari kemajuan signifikan dalam pengembangan model bahasa alami.
Arsitektur Transformer: Jantung dari GPT
Untuk memahami mengapa GPT begitu efektif, kita perlu melihat ke dalam arsitektur transformer yang menjadi fondasinya. Transformer pertama kali diperkenalkan oleh tim peneliti Google melalui makalah "Attention is All You Need" pada tahun 2017. Inovasi utama dalam arsitektur ini adalah penggunaan mekanisme self-attention yang memungkinkan model untuk mempertimbangkan keseluruhan konteks input secara bersamaan, bukan secara sekuensial seperti pada pendekatan Recurrent Neural Network (RNN) atau Long Short-Term Memory (LSTM).
Mekanisme self-attention bekerja dengan cara menghitung bobot relevansi antara setiap kata dengan kata-kata lainnya dalam sebuah kalimat atau paragraf. Hal ini memungkinkan model untuk memahami hubungan makna secara lebih global. Misalnya, dalam kalimat “Pasien mengalami gejala berat, termasuk demam tinggi dan sesak napas, sehingga dirujuk ke rumah sakit,” model dapat mengenali bahwa frasa “sehingga dirujuk” sangat berkaitan dengan “gejala berat” meskipun dipisahkan oleh beberapa kata.
Komponen utama dari transformer meliputi encoder dan decoder, tetapi dalam kasus GPT, hanya bagian decoder yang digunakan. GPT mengandalkan teknik pelatihan causal language modeling, di mana model memprediksi token berikutnya dalam sebuah urutan berdasarkan semua token sebelumnya. Dengan kata lain, GPT belajar dengan menyusun kata per kata secara berurutan sambil mempertimbangkan konteks sebelumnya.
Tahapan Pelatihan: Pre-training dan Fine-tuning
GPT menjalani proses pelatihan dalam dua tahap besar. Pertama adalah tahap pre-training, di mana model dilatih pada sejumlah besar data teks dari internet, buku, artikel berita, forum diskusi, dan sumber terbuka lainnya. Selama tahap ini, model tidak diberi tahu apa tugas spesifik yang harus diselesaikan. Tujuannya adalah agar model menguasai statistik bahasa dan pola-pola umum dalam komunikasi tertulis.
Contoh proses pelatihan ini bisa dilihat pada cara model belajar melengkapi kalimat. Jika diberikan input “Seorang dokter harus mampu mendiagnosis…”, model akan belajar memprediksi bahwa kata berikutnya kemungkinan besar adalah “penyakit” atau istilah medis lainnya, berdasarkan probabilitas kemunculan kata tersebut dalam konteks serupa selama pelatihan.
Setelah pre-training, model dapat dilanjutkan ke tahap fine-tuning. Pada tahap ini, GPT disesuaikan untuk tugas tertentu menggunakan dataset yang lebih kecil dan lebih spesifik. Misalnya, untuk membuat GPT lebih cocok digunakan dalam dunia kesehatan, model bisa di-fine-tune menggunakan data catatan medis, jurnal ilmiah, dan panduan praktik klinis. Fine-tuning ini meningkatkan akurasi dan relevansi model dalam konteks yang lebih sempit dan kritis.
Kemampuan GPT dalam Berbagai Tugas Bahasa
Salah satu kekuatan utama GPT adalah fleksibilitasnya dalam menyelesaikan berbagai tugas NLP tanpa perlu pelatihan ulang yang kompleks. Ini dikenal sebagai pendekatan zero-shot dan few-shot learning. Dalam pendekatan zero-shot, model dapat langsung menangani tugas baru hanya berdasarkan petunjuk dalam bentuk prompt. Misalnya, jika pengguna menuliskan “Buat ringkasan dari paragraf berikut: ...”, GPT akan memahami maksud tugas tersebut dan mencoba menyelesaikannya meskipun belum pernah dilatih secara eksplisit untuk merangkum.
Pada few-shot learning, pengguna memberikan beberapa contoh terlebih dahulu sebelum meminta model untuk menyelesaikan kasus baru. Contoh ini membantu GPT memahami pola atau format yang diharapkan.
Beberapa tugas bahasa yang dapat diselesaikan oleh GPT antara lain:
- Pembuatan teks kreatif seperti cerita pendek atau puisi
- Terjemahan bahasa lintas domain
- Penjawaban pertanyaan faktual dan analitis
- Penyusunan ringkasan dokumen panjang
- Pembuatan kode pemrograman dan dokumentasi teknis
- Analisis sentimen dan opini dalam data teks
- Pembuatan soal dan materi pembelajaran
Dengan kemampuannya ini, GPT tidak hanya menjadi alat bantu, tetapi juga mitra kolaboratif dalam proses berpikir manusia.
Aplikasi Nyata di Dunia Profesional
Penggunaan GPT telah meluas ke berbagai sektor profesional. Dalam bidang medis, GPT digunakan untuk mendukung pembuatan catatan klinis otomatis, membantu dokter memahami ringkasan artikel ilmiah, serta memberikan saran penulisan komunikasi kepada pasien. Misalnya, sebuah sistem yang dibangun di atas GPT dapat secara otomatis mengubah catatan singkat dari dokter menjadi laporan yang lengkap dan sesuai standar rumah sakit.
Di bidang pendidikan, GPT membantu guru dan siswa dalam menghasilkan materi pembelajaran, menjawab pertanyaan kompleks, serta memvisualisasikan konsep abstrak. Banyak aplikasi belajar daring memanfaatkan GPT untuk memberikan feedback otomatis yang bersifat adaptif.
Dalam sektor hukum, GPT dimanfaatkan untuk meninjau dokumen kontrak, mengidentifikasi klausul penting, serta memberikan analisis terhadap potensi risiko dalam dokumen hukum. Dengan pelatihan tambahan, GPT bahkan dapat membantu menyusun draft legal memo atau surat perjanjian sederhana.
Di bidang jurnalisme dan komunikasi, GPT digunakan untuk menghasilkan ringkasan berita, menyusun laporan investigatif awal, atau menulis ulang konten agar sesuai dengan gaya tertentu.
Di sektor bisnis, GPT mempercepat penyusunan email, laporan eksekutif, notulen rapat, serta menjawab pertanyaan pelanggan secara otomatis dan konsisten.
Tantangan yang Mengiringi Kemampuan
Meskipun sangat canggih, GPT bukanlah teknologi yang bebas dari kekurangan. Salah satu tantangan utama adalah fenomena yang disebut hallucination, yaitu ketika model menghasilkan informasi yang tampaknya valid tetapi sebenarnya tidak benar atau tidak memiliki dasar fakta yang jelas. Dalam konteks medis, kesalahan semacam ini bisa berdampak serius terhadap keselamatan pasien.
Selain itu, GPT bisa saja mewarisi bias dari data pelatihannya. Karena data yang digunakan mencakup berbagai sumber terbuka di internet, model dapat menyerap dan mereproduksi bias sosial, gender, etnis, atau ideologi politik. Oleh karena itu, pengembangan dan penerapan GPT harus disertai dengan mekanisme evaluasi dan mitigasi risiko bias.
Aspek etika lain yang perlu diperhatikan adalah isu privasi. Penggunaan GPT dalam lingkungan yang menangani data sensitif, seperti rumah sakit atau institusi keuangan, harus mematuhi regulasi yang ketat terkait perlindungan informasi pribadi.
Masalah transparansi juga menjadi sorotan. GPT merupakan sistem berbasis black-box, yang artinya proses pengambilan keputusan dalam model tidak mudah dijelaskan secara rinci. Hal ini menyulitkan pengguna untuk memahami mengapa sebuah respons dihasilkan, terutama dalam konteks yang membutuhkan akuntabilitas tinggi.
Menuju Masa Depan yang Lebih Bertanggung Jawab
Pengembangan GPT dan model sejenisnya terus berlanjut dengan pendekatan yang lebih hati-hati dan bertanggung jawab. Salah satu metode baru yang digunakan adalah reinforcement learning from human feedback (RLHF), di mana model dilatih ulang berdasarkan penilaian manusia terhadap kualitas respons. Pendekatan ini bertujuan untuk membuat GPT lebih sesuai dengan nilai-nilai manusia dan lebih berguna dalam konteks nyata.
Selain itu, muncul juga tren untuk membangun model yang lebih kecil namun tetap efisien dan akurat. Ini dilakukan untuk mengurangi jejak karbon dari proses pelatihan model skala besar yang sangat memakan energi. Peneliti juga mulai mengembangkan metode pelatihan yang lebih hemat daya serta arsitektur yang bisa berjalan di perangkat dengan sumber daya terbatas.
Model masa depan diperkirakan akan lebih multimodal, memungkinkan integrasi antara teks, gambar, video, dan suara dalam satu sistem terpadu. Ini akan membuka peluang baru dalam bidang interaksi manusia-komputer, pendidikan inklusif, serta sistem asisten digital yang lebih personal.
GPT Sebagai Titik Balik dalam Evolusi Bahasa Digital
Generative Pre-trained Transformer bukan sekadar model bahasa. Ia merupakan tonggak penting dalam sejarah kecerdasan buatan. Dengan kemampuannya memahami dan menghasilkan bahasa alami secara mendalam, GPT telah mengubah cara kita bekerja, belajar, dan berkomunikasi. Namun, seperti halnya teknologi besar lainnya, GPT membawa tanggung jawab yang besar dalam penggunaannya.
Memahami bagaimana GPT bekerja, keunggulannya, serta keterbatasannya adalah langkah awal menuju pemanfaatan yang lebih bijaksana dan bertanggung jawab. Ke depan, tantangan terbesar bukanlah pada kemampuan teknis, tetapi pada bagaimana kita sebagai manusia memilih untuk menggunakan kekuatan bahasa digital ini untuk membangun dunia yang lebih adil, cerdas, dan manusiawi.