Kolaborasi Bappenas & Prosa.ai Selamatkan Bahasa Daerah dengan AI


Artificial Intelligence

Artificial Intelligence

Pada era digital yang semakin berkembang, teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) telah menjadi salah satu alat yang kuat untuk menjaga dan melestarikan keberagaman budaya, termasuk bahasa daerah. Di Indonesia, kerjasama antara Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI, German Agency for International Cooperation (GIZ) Indonesia, dan Prosa.AI telah melahirkan langkah signifikan dalam upaya penyelamatan bahasa daerah dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi AI.

Misi Penyelamatan Bahasa Daerah

Upaya ini diinisiasi untuk menanggulangi kepunahan bahasa daerah di Indonesia, yang semakin terancam dengan berbagai faktor seperti modernisasi, urbanisasi, dan globalisasi. Karlina Octaviany, AI Advisor Fair Forward dari GIZ Indonesia, menjelaskan bahwa ada 24 bahasa daerah di Indonesia yang saat ini tidak memiliki penutur. Kondisi ini menunjukkan kekhawatiran serius akan ancaman yang dihadapi bahasa daerah di Indonesia.

Langkah awal yang diambil adalah membangun dataset bahasa daerah open source sebagai sumber data bagi model-model AI untuk bahasa daerah. Karlina menekankan pentingnya langkah ini sebagai fondasi untuk upaya yang lebih luas, dengan harapan dapat dikembangkan ke bahasa daerah lainnya di Indonesia. Selain itu, kehadiran AI diharapkan dapat menjadi pendorong dalam mempercepat perkembangan teknologi di Indonesia.

Pemilihan Bahasa Daerah

Pemilihan tiga bahasa daerah, yaitu bahasa Minangkabau, Bali, dan Bugis, dilakukan berdasarkan pertimbangan popularitas penggunaan dan representasi geografis yang luas di Indonesia. Ayu Purwarianti, Co-Founder Prosa.AI, menjelaskan alasan di balik pemilihan ini. Bahasa Bali mewakili wilayah Bali-Sasak-Sumbawa, Minangkabau melambangkan wilayah Malayo-Chamic di Sumatera, dan Bahasa Bugis mewakili Sulawesi Selatan.

“Ketiga bahasa ini dipilih atas dasar popularitas penggunaan serta representasi geografis yang luas di Indonesia. Bahasa Bali mewakili wilayah Bali-Sasak-Sumbawa, sementara Minangkabau melambangkan wilayah Malayo-Chamic di Sumatera, dan Bahasa Bugis mewakili Sulawesi Selatan,” jelasnya saat peluncuran Dataset AI Tiga Bahasa Daerah di Gedung STP ITB Bandung pada Senin (22/4/2023), seperti dikutip dari Detik.com. Ayu menjelaskan bahwa rentang waktu 48 pekan dipersiapkan untuk mencapai target pembangunan data sebesar 10.000.000 kata.

Proses pengumpulan data ini melibatkan 108 annotator dari masyarakat setempat dengan berbagai latar belakang dialek dan jenis pekerjaan, memastikan representasi yang seimbang dari gender. Meskipun menghadapi tantangan seperti kesibukan dan pemadaman listrik, proyek ini berhasil mengatasi berbagai hambatan dengan hasil yang memuaskan.

Analisis Data dan Hasil

Data yang terkumpul kemudian dianalisis dan dipublikasikan pada platform HuggingFace, memungkinkan akses yang mudah bagi pengembang dan masyarakat umum. Hasil dari pembangunan model juga menunjukkan peningkatan kinerja yang signifikan dibandingkan dengan model dasar sebelum adaptasi.

Andianto Haryoko, Koordinator Ekosistem dan Pemanfaatan TIK dari Bappenas RI, menekankan pentingnya menjaga bahasa sebagai aset nasional yang harus dilestarikan. Menurutnya, kegiatan Fair Forward memiliki potensi untuk meningkatkan literasi digital serta transformasi digital yang lebih inklusif di Indonesia.

Dampak Positif dan Harapan Masa Depan

Melalui kegiatan ini, diharapkan masyarakat dan inovator AI lokal dapat memanfaatkan data bahasa daerah yang tersedia untuk membangun teknologi yang mendukung kebutuhan terkait bahasa daerah. Dengan demikian, tidak hanya keberagaman budaya yang terjaga, tetapi juga perkembangan teknologi di Indonesia dapat semakin maju secara inklusif dan berkelanjutan.

Upaya ini menjadi contoh nyata bagaimana kolaborasi antara pemerintah, lembaga internasional, dan perusahaan teknologi dapat menghasilkan solusi inovatif untuk masalah yang kompleks dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Semoga keberhasilan langkah ini dapat menginspirasi lebih banyak upaya serupa dalam memperkuat keberagaman budaya dan teknologi di Indonesia.


Bagikan artikel ini