CEO OpenAI, Sam Altman Sebut Teknologi AI Perlu Diawasi


CEO OpenAI, Sam Altman

CEO OpenAI, Sam Altman

Sam Altman, salah satu tokoh terkemuka kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence / AI) yang sekaligus merupakan Co-Founder dan CEO dari OpenAI yang membuat aplikasi revolusioner ChatGPT, menjadi narasumber pada acara tanya jawab seputar kecerdasan artifisial yang digelar oleh KORIKA di Jakarta.

KORIKA yang merupakan Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial sebagai organisasi orkestrator quad-helix pemerintah, akademik, business, dan komunitas untuk percepatan inovasi AI di Indonesia, merasa terhormat dapat menginisiasi kehadiran Sam Altman di Jakarta.

Kedatangan Sam Altman sangat selaras dengan perkembangan generative AI yang mendukung visi dan misi Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial Indonesia, untuk mewujudkan ekosistem AI.

Dalam acara ‘Conversation with Sam Altman’ yang digelar oleh KORIKA, Altman mengutarakan khawatir dengan perkembangan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang begitu masif. Oleh sebab itu, dia pun sepakat bila teknologi ini perlu diatur atau diregulasi. Dengan begitu, kecerdasan buatan ini dapat memberikan manfaat yang luas.

Pendapat ini dia kemukakan dalam kunjungannya ke Indonesia, Rabu (14/6/2023). Diskusi soal regulasi tentang AI memang bukan kali ini saja diungkap oleh Altman. Meski dia adalah pelaku bisnis di bidang kecerdasan buatan, dia juga beranggapan bahwa teknologi ini perlu diatur.

Altman dalam beberapa waktu terakhir memang sedang menggaungkan pembentukan regulasi agar teknologi canggih ini bisa dimanfaatkan dengan lebih bijak.

Beberapa waktu lalu, Altman juga mengimbau pentingnya pembentukan lembaga yang bisa mengawasi teknologi kecerdasan buatan tersebut. Sebab, di balik manfaatnya yang tak ternilai, ada bahaya lain yang juga berpotensi mengintai.

Saat ini AI yang sedang populer ialah ChatGPT. Namun, ke depan kecerdasan buatan ini tidak menutup kemungkinan bisa berkembang menjadi hal lain yang makin memengaruhi manusia. Respons dari publik dalam melihat teknologi ini juga bermacam-macam.

Ada yang ingin menggunakannya untuk tujuan agar pekerjaan atau tugas tertentu bisa lebih cepat selesai. Sebaliknya, tidak menutup kemungkinan berpotensi digunakan untuk hal yang negatif, seperti menantang lawan.

“Pengawasan dan regulasi AI bisa dilakukan bertingkat, Di level dunia, regulasi bisa menyentuh hal-hal mendasar, seperti tidak boleh digunakan untuk membunuh. Nilai-nilai universal itu saya rasa disetujui semua orang,” ungkap Altman dalam acara Conversation With Sam Altman yang diselenggarakan oleh KORIKA bersama GDP Venture di Jakarta, Rabu (14/6).

Namun, menurut Altman, regulasi di tingkat yang lebih kecil juga dimungkinkan dibuat. Misalnya, pada beberapa negara atau daerah yang memiliki budaya atau nilai-nilai tertentu. Jadi, tetap ada batasan moral dan etika yang disepakati lebih lanjut.

Sementara itu, Ketua Umum KORIKA Hammam Riza mengatakan bahwa perkembangan teknologi AI memang masih diwarnai pro dan kontra. Namun, teknologi tidak bisa dilawan sehingga ke depan AI akan tetap jadi masa depan.

Akan tetapi, Hammam juga sependapat dengan Altman bahwa AI mesti dibuat berdasarkan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat penggunanya. Dengan demikian, teknologi yang canggih itu tidak merusak nilai-nilai luhur yang sudah ada.

“Yang ingin kita bangun adalah AI berdasarkan keterikatan manusia di dalam proses pengembangannya. Di situ kita akan menjaga semua koridor, terkait dengan etika hingga keakuratan data agar tidak menjadi bias,” ucap Hammam.

Menurut dia, pengembangan AI dengan konsep tersebut adalah yang paling cocok di Indonesia. Terlebih, Indonesia memiliki banyak keberagaman di dalamnya, baik agama, SARA, dan lainnya. Oleh karena itu, sangat penting menciptakan teknologi yang bisa dipercaya berdasarkan nilai tersebut. Hal inilah yang kemudian akan menjadi pondasi dalam pengembangan AI di Indonesia ke depan.

Dirinya mengatakan kedatangan Sam Altman sangat selaras dengan perkembangan generative AI yang mendukung visi dan misi Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial Indonesia dalam upaya mewujudkan ekosistem AI.

Menurut dia, penerapan strategi nasional tersebut memiliki empat pilar penting yang harus terus dijaga, yakni pembangunan manusia dan penguasaan sains dan teknologi, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, pembangunan yang adil dan penguatan ketahanan nasional serta tata kelolanya.

Diketahui, OpenAI adalah sebuah perusahaan riset dan pengembangan kecerdasan artifisial yang didirikan pada tahun 2015 yang melakukan penelitian dan pengembangan dalam berbagai bidang kecerdasan artifisial, termasuk pemrosesan bahasa alami, pengenalan gambar, pemodelan generatif, dan pembelajaran penguatan.

Tujuan utama OpenAI adalah untuk memastikan bahwa kecerdasan artifisial dapat digunakan secara luas untuk kebaikan semua orang.

Salah satu produk terkenal yang dikembangkan oleh OpenAI adalah GPT (Generative Pre-trained Transformer), yang merupakan keluarga model berbasis Transformer. Transformer sendiri adalah sebuah arsitektur model yang sangat canggih dalam bidang pemrosesan bahasa alami dan pembelajaran mesin.

ChatGPT merupakan model berbasis teks yang menggunakan arsitektur Transformer untuk dapat mengenali pola bahasa, menggunakan teknologi pemrosesan bahasa alami (Natural Language Processing) untuk memahami pertanyaan atau pernyataan pengguna, dan memberikan respon yang relevan dan sesuai.

Dalam prakteknya, penggunaan ChatGPT sangat beragam, beberapa contoh diantaranya yaitu untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan, memberikan bantuan berupa informasi, panduan atau saran, menginspirasi ide baru di berbagai bidang kreatif seperti penulisan, desain atau musik dan juga dapat membantu pengguna memahami konsep-konsep yang kompleks dengan menjelaskan dengan cara yang lebih sederhana, memberikan definisi, atau memberikan contoh yang berguna.


Bagikan artikel ini