SAS Tawarkan Solusi Analytics Berbasis AI untuk Cegah Penipuan


Artificial Intelligence

Ilustrasi Artificial Intelligence

Pemanfaatan teknologi di berbagai bidang saat ini sangat pesat, transformasi digital pun terus dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman. Namun dengan penggunaan yang besar ini, terdapat potensi kejahatan digital yang besar pula, terutama penipuan digital.

Maka dari itu, saat ini banyak perusahaan finansial yang melirik teknologi perpaduan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dengan data analytics atau analisis data. Teknologi ini dilirik untuk bisa mencegah kejahatan finansial yang berbasis digital.

Managing Director SAS Indonesia, Febrianto Siboro menuturkan bahwa kasus penipuan di Indonesia saat ini masih didominasi oleh kartu kredit dan debit, pembayaran melalui ATM, point of sale dan e-commerce. Menurut survei, kasus penipuan ini banyak mengincar industri di bidang e-commerce, teknologi keuangan, game, dan fast moving consumer goods (FMCG).

“Selain itu, bentuk penipuan yang paling umum terjadi adalah manipulasi psikologis yang memanfaatkan kelemahan psikologis seseorang untuk memperoleh data pribadinya, seperti kata sandi untuk memverifikasi pembayaran tanpa disadari. Ini adalah masalah serius dan organisasi digital harus mengadopsi praktik tertentu untuk menghindari penipuan digital dan efek sampingnya,” kata Febrianto, Senin (25/1/2021).

Berdasarkan laporan terbaru dari GBG Research tentang Future-proofing Fraud Prevention in Digital Channels: an Indonesia FI Study, yang menunjukkan bahwa tingkat kejahatan penipuan digital di Indonesia tidak menunjukkan penurunan.

Menurut Febrianto, penipuan digital di Indonesia tidak dianggap sebagai sebuah kejahatan tunggal yang berbeda, melainkan mencakup serangkaian tindakan ilegal yang terlarang dan dilakukan melalui dunia maya.

“Basis pelanggan baru yang menghabiskan lebih banyak waktu di platform virtual telah siap untuk menikmati pengalaman tanpa uang tunai dan tanpa batas, namun tetap rentan dengan serangan penipu, seperti penipuan phishing, pencurian identitas, atau pengambilalihan akun pihak ketiga,” papar Febrianto.

Febrianto kemudian menganjurkan para perusahaan untuk memanfaatkan data dan analisis tingkat lanjut atau advanced untuk dapat mengatasi penipuan digital dan kejahatan finansial. Hal pertama yang penting dilakukan untuk mencegah penipuan digital adalah dengan memproses aliran data dari semua titik termasuk pembayaran secara real-time.

Langkah lain yang bisa dilakukan untuk pencegahan adalah dengan menggabungkan manajemen identitas dan pemantauan transaksi. Langkah ini tidak hanya untuk penipuan identitas yang telah terjadi, tapi bahkan untuk menghentikannya sebelum terjadi.

“Kemampuan analitik penipuan digital kami menggabungkan orkestrasi data yang digerakkan oleh AI. Teknologi SAS menggabungkan beberapa metode analitik dengan AI yang disematkan dan kemampuan machine learning untuk menilai risiko aplikasi akun baru, mengungkap data yang dicuri dan identitas yang dimanipulasi lebih awal sebelumnya,” jelas Febrianto.

Melalui cara ini, maka organisasi atau perusahaan akan terbantu untuk mengambil tindakan pencegahan dan melawan penipuan digital dengan lebih efisien. Penggunaan analisis data yang lebih canggih dan machine learning dapat memantau akun dan transaksi yang berlangsung, sehingga sistem dapat segera mengidentifikasi perilaku mencurigakan untuk mengambilalih akun.

Febrianto pun memaparkan, bahwa membawa data pihak ketiga seperti biometrik, ID digital, dan penerapan berbagai teknik deteksi, maka lembaga keuangan dapat menemukan lebih banyak penipuan digital di berbagai saluran. Saluran ini termasuk perbankan online, seluler, dan kabel.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran akan ancaman penipuan digital ini, SAS pun terus melakukan edukasi pasar secara konsisten. Hal ini karena peretas atau pelaku kejahatan digital akan terus mengembangkan berbagai strategi untuk mengidentifikasi dan mengeksploitasi kelemahan dan kerentanan dari sistem.

“Kami melakukan webinar dan aktivitas untuk menciptakan kesadaran ini, bekerjasama dengan pihak ketiga seperti asosiasi bisnis, universitas, dan lembaga pemerintah untuk menciptakan pemahaman yang lebih dalam di pasar dan untuk menjelaskan pentingnya data dan analitik digital tingkat lanjut untuk mengatasi penipuan digital dan keuangan,” tutup Febrianto.


Bagikan artikel ini