Seniman Spanyol Menikahi Hologram AI dalam Proyek Hybrid Couple


Ilustrasi Artificial Intelligence 3

Ilustrasi Artificial Intelligence

Sebuah peristiwa unik dan menggemparkan sedang dipersiapkan oleh seorang seniman asal Spanyol, Alicia Framis. Ia akan menikahi hologram yang diciptakannya sendiri menggunakan kecerdasan buatan (AI) pada musim panas 2024 di Rotterdam, Belanda. Framis, dengan keberaniannya, akan menjadi wanita pertama yang menikahi entitas digital dalam peristiwa yang mengundang perbincangan luas di berbagai penjuru dunia. 

Dikutip dari laporan WION News pada Selasa (13/2/2024), Framis telah memutuskan untuk menjalani pernikahan unik ini dengan hologram yang diberi nama AILex. AILex digambarkan sebagai hologram pria paruh baya dengan profil mirip pasangan sebelumnya. Bahkan, Framis telah memesan tempat untuk pernikahannya dan sedang merancang gaun pengantinnya dengan penuh antusiasme. Tidak hanya itu, ia juga berencana untuk menciptakan makanan molekuler yang dapat dinikmati oleh manusia dan makhluk humanoid dalam pesta pernikahannya yang unik.  Bersama dengan Rabobank Art Collection, ia juga mencoba kemungkinan menciptakan hipotek pertama untuk membeli pendamping holografik. Framis juga mengatakan bahwa dirinya sedang merintis rumah yang dirancang khusus untuk hologram dan manusia, dilansir dari Euro News, Jumat (3/1/2024).

Pernikahan Framis dengan AILex tidak hanya sekadar upacara formal. Ini adalah bagian dari proyek barunya yang diberi nama Hybrid Couple. Framis secara teratur membagikan momen-momen kehidupannya dengan AILex di akun Instagram proyek tersebut, @hybridcouples. Dalam proyek ini, Framis ingin mengeksplorasi batas-batas cinta, keintiman, dan identitas dalam konteks AI.

Dalam rencananya, Framis akan membuat film dokumenter artistik yang mencakup berbagai aspek kehidupan bersama pasangan buatannya. Mulai dari gambar, wawancara dengan wanita lain, sketsa tentang tubuh, hingga situasi rumah tangga sehari-hari akan menjadi bagian dari eksplorasi ini. Tujuannya adalah untuk merangsang pemikiran tentang bagaimana hologram dapat diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari, serta bagaimana interaksi manusia dengan teknologi semakin mempengaruhi dinamika hubungan manusia.

AI sebagai Penolak Kesepian dan Pendamping Manusia

Framis menyatakan bahwa cinta dan interaksi seksual dengan robot atau hologram bukanlah sekadar khayalan. Baginya, hal itu merupakan realitas yang tidak dapat dihindari. Dalam pandangannya, robot dan hologram bisa menjadi sahabat yang baik dan mampu mengekspresikan empati, mengisi kekosongan dalam kehidupan manusia.

“Sama seperti telepon yang menyelamatkan kita dari kesepian dan mengisi kekosongan dalam hidup kita, hologram sebagai kehadiran interaktif di rumah kita dapat membawa hal tersebut lebih jauh lagi," ungkap Framis. 

Dengan adanya kemajuan dalam bidang kecerdasan buatan generatif, seperti ChatGPT, interaksi antara manusia dan mesin telah mencapai tingkat yang tak terduga sebelumnya. Framis sendiri telah mendedikasikan karirnya untuk menyatukan sains dan seni dalam menciptakan hubungan yang bermakna antara manusia dan teknologi. Baginya, proyek ini juga merupakan bentuk dukungan bagi mereka yang menghadapi berbagai tantangan, seperti penyakit, disabilitas, ketidakseimbangan gender, atau pengalaman traumatis.

Framis: Penggagas Inovasi dalam Seni dan Teknologi

Proyek menikahi hologram bukanlah pengalaman pertama Framis dalam memasukkan unsur non-manusia ke dalam karya seninya. Pada tahun 1996, ia menjadi artis pertama yang hidup berdampingan dengan manekin bernama Pierre dalam karya yang diberi nama Cinema Solo. Karya tersebut terdiri dari 36 foto dan dialog antara Framis dan manekin, yang terinspirasi dari buku Marguerite Duras, La Maladie de la Mort. Ini menunjukkan bahwa Framis bukan hanya seorang seniman yang menciptakan karya-karya inovatif, tetapi juga seorang pelopor dalam menjembatani seni dengan teknologi.

Refleksi terhadap Hubungan Manusia dan Teknologi di Masa Depan

Kisah pernikahan Alicia Framis dengan hologramnya AILex tidak hanya menjadi perbincangan di dunia seni dan teknologi, tetapi juga mencerminkan refleksi yang mendalam tentang hubungan manusia dan teknologi di masa depan. Meskipun masih menuai kontroversi dan pertanyaan etis, pernikahan ini membuka pintu bagi perdebatan yang lebih luas tentang peran teknologi dalam kehidupan manusia.

Pernikahan ini juga mengajukan pertanyaan tentang batas-batas keintiman, identitas, dan keterlibatan emosional dalam era dimana teknologi semakin memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Bagaimana hubungan semacam ini akan memengaruhi dinamika sosial, budaya, dan nilai-nilai tradisional adalah pertanyaan yang masih membutuhkan eksplorasi lebih lanjut.

Dengan pernikahan ini, Framis tidak hanya mengeksplorasi batas-batas seni dan teknologi, tetapi juga menantang kita untuk memikirkan ulang tentang bagaimana kita berinteraksi dengan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin saja, pernikahan ini adalah awal dari perubahan mendalam dalam cara kita memahami dan merangkul teknologi dalam kehidupan manusia.


Bagikan artikel ini