Horangi: Risiko Serangan Siber Cloud Tinggi Saat WFH


Ilustrasi Cyber Security

Ilustrasi Cyber Security

Horangi, perusahaan keamanan siber atau cybersecurity berbasis cloud computing mengidentifikasi adanya ancaman keamanan siber dari infrastruktur cloud computing atau komputasi awan yang tidak dikonfigurasi dengan tepat. 

Ancaman serangan siber ini pun meningkat seiring dengan metode bekerja dari rumah (WFH) yang diterapkan karena COVID-19 oleh perusahaan dan sayangnya ancaman ini masih sering diabaikan.

Berdasarkan hasil analisis Horangi terhadap 285.000 scan yang dilakukan dengan aplikasi multi-cloud Warden, ditemukan fakta bahwa terdapat 20 persen kesalahan konfigurasi dari 57.000 scan.

Kesalahan tersebut kemudian memberikan peluang oleh para peretas yang memanfaatkannya sebagai vektor. Kesalahan konfigurasi yang terjadi sendiri mencakup akses unrestricted serta akses ilegal terhadap jaringan dalam organisasi atau perusahaan.

Paul Hadjy, CEO dan Co-Founder Horangi menyampaikan bahwa untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan perlu untuk memfokuskan kembali tujuan serta investasi mereka pada kebijakan, kontrol akses, pelatihan pengetahuan mengenai keamanan siber, serta pencegahan kehilangan data.

“Perusahaan juga harus fokus pada risiko rantai suplai [supply chain] untuk keamanan kerja jarak jauh guna mencegah terjadinya kebocoran dan serangan siber,” kata Paul dalam siaran pers, melansir dari Bisnis.com, Rabu (14/7/2021).

Sementara sebuah survei yang dilaksanakan secara global oleh JLL menunjukkan, 72 persen responden cenderung untuk memilih melanjutkan kerja jarak jauh pasca-pandemi COVID-19 dibanding dengan bekerja seperti sebelumnya.

Namun seiring dengan hal itu, risiko serangan siber pun meningkat pula bersamaan dengan ruangan kerja yang tersebar, dan meningkatkan ukuran, cakupan, dan kerumitan infrastruktur keamanan siber.

“Solusi seperti penggunaan CSPM dapat mengidentifikasi dan memperbaiki kerentanan secara proaktif, membantu perusahaan untuk meningkatkan risiko organisasi khususnya bagi yang sudah mengutamakan penggunaan komputasi awan,” jelas Paul.

Horangi sendiri menargetkan untuk melakukan peningkatan pangsa pasar keamanan siber yang berbasis komputasi awan di Asia Tenggara. Terutama dengan merujuk pada laporan IDC, bahwa potensi pasar keamanan siber bisa mencapai US$40,32 miliar pada 2025 nanti.


Bagikan artikel ini